Friday, June 20, 2014

At-Tauhid : Mengagungkan Nash-Nash Syar'iyah



Tanda dan bukti ittiba yang paling nampak adalah mengagungkan nash-nash agama yang telah tetap. Yaitu dengan menghormati, memuliakan, mendahulukannya, tidak meninggalkannya, menyakini bahwa petunjuk hanya ada padanya, mempelajari, memahami, memperhatikan, mengamalkannya, berhukum kepadanya dan tidak menentangnya. Dan ini adalah petunjuk tokoh-tokoh panutan dan imam-imam di dalam ittiba yaitu para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan setia.
            Khirasy bin jubair berkata, “Aku melihat seorang pemuda di mesjid melempar kerikil dengan jarinya, karena aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasalam melarang perbuatan itu.” Kemudian pemuda itu lalai dan menyangka bahwa orang tua tadi tidak memperhatikannya, lalu dia melempar lagi. Maka orang tua itupun berkata kepadanya,”Aku sampaikan kepadamu bahwa aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasalam melarang perbuatan itu, kemudian engkau melakukannya. Demi ALLAH, aku tidak akan menghadiri jenazah mu, aku tidak akan menjengukmu jika engkau sakit dan aku tidak akan berbicara kepadamu selamanya.” (Ad-darimi, 1/127)
            Imam Asy-syafii berkata kepada seseorang, “Apa saja yang mereka sampaikan kepadamu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka ambilah. Akan tetapi, apa saja yang mereka katakana dengan pendapat mereka sendiri, maka buanglah di tempat pembuangan kotoran.” (Ad darimi, 1/72)
SIKAP PERTENGAHAN DALAM BERAGAMA
            Sikap pertengahan dalam beragama adalah sikap tidak ghuluw (ekstrem) dalam beragama, yaitu melewati batasan yang ditetapkan oleh ALLAH, namun juga tidak kurang dari batasan yang ditetapkan oleh ALLAH Ta’ala. Bersikap pertengahan dalam beragama yaitu dengan meneladani jalan hidup Nabi shallallahu alaihi wasallam. Sedangkan sikap ghuluw adalah melebihi dari apa yang beliau ajarkan. Dan taqshiir adalah yang melakukan kurang dari apa yang beliau ajarkan.
            Contohnya seseorang mengatakan, “Saya ingin sholat malam dan tidak tidur setiap hari, karena shalat adalah ibadah yang paling utama maka saya ingin sepanjang malam saya dalam keadaan shalat.” Maka kita katakana bahwa sikap ini adalah sikap ghuluw dalam beragama dan tidak benar. Hal yang semisal ini pun pernah terjadi di masa Nabi shallallahu alaihi wasallam.
            “Sekelompok orang berkumpul membicarakan sesuatu. Lelaki pertama berkata, “Saya akan shalat malam dan tidak tidur.” Yang lain berkata, “Saya akan berpuasa dan tidak berbuka.” Yang ketiga berkata, “Saya tidak akan menikah.” Perkataan mereka ini sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kemudian beliau berkata, “Kenapa ada orang-orang yang begini dan begitu? Aku shalat malam tapi juga tidur, aku puasa tapi juga berbuka dan aku menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku, maka dia tidak diatas jalanku.”(HR. Bukhari dan Muslim)
            Sedangkan al muqashir (Orang yang meremehkan) adalah orang yang berkata, “Saya tidak butuh shalat sunnah, saya cukup shalat wajib saja.” Bahkan terkadang mereka meremehkan perkara-perkara yang wajib. Inilah al muqashir. Adapun al mu’tadil (Orang yang bersikap pertengahan) adalah orang yang menerapkan apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para khulafaar rasyidin.
            Contoh lain, ada tiga orang yang sedang membahas seorang yang fasiq didepan mereka. Yang pertama mengatakan, “Saya tidak akan member salam kepada orang fasiq ini. Akan saya boikot dia, saya jauhi dan saya tidak mau bicara dengannya.” Orang kedua mengatakan, “Saya akan berjalan bersama orang fasiq ini, bermuka cerah dihadapannya, mengundangnya ke rumah saya, saya pun memenuhi undangannya dan sikap saya terhadapnya sama seperti sikap saya terhadap orang yang shalih.” Orang ketiga mengatakan, “Orang fasiq ini, saya benci dia karena perbuatan fasiqnya. Namun saya tidak akan memboikot dia kecuali jika memang diboikot ia menjadi lebih baik. Namun kalau boikot saya itu malah menambah kefasikannya, maka saya tidak boikot dia.”
            Kami katakana, orang yang pertama adalah ekstrim kanan (ghalin) sedangkan orang yang kedua adalah ekstrim kiri (muqashir) dan yang ketiga adalah orang yang pertengahan (mutawashith). Dengan demikian hal ini terjadi dalam seluruh perkara ibadah dan muamalah. Yaitu orang-orang pasti termasuk salah sattu dari 3 keadaan ini, muqashir, ghalin dan mutawashith. At-Tauhid: Mengagungkan Nash-Nash Syar'iyah


No comments:

Post a Comment