Tuesday, June 24, 2014

At Tauhid: Kesyirikan Yang Sering Terucap





            Kaum muslimin yang semoga selalu mendapatkan taufiq dari ALLAH Ta’ala. Kita semua telah mengetaui bahwa ALLAH adalah satu-satunya Rabb alam semesta, yang menciptakan kita dan orang-orang sebelum kita. Yang menjadikan bumi sebagai hamparan untuk kita mencari nafkah dan yang menurunkan hujan untuk menyuburkan tanaman sebagai rizki bagi kita. Setelah kita mengetauih demikian, hendaklah kita hanya beribadah kepada ALLAH semata dan tidak menjadikan bagi-NYA tandingan dalam beribadah. ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi ALLAH, padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah, 2; 22)
Lebih Samar Dari Jejak Semut Diatas Batu Hitam Ditengah Kegelapan Malam
            Ibnu Abbas mengatakan, “Yang dimaksud membuat sekutu bagi ALLAH adalah berbuat syirik. Syirik adalah suatu perbuatan dosa yang lebih sulit (Sangat samar) untuk dikenali daripada jejak semut yang merayap diatas batu hitam di tengah kegelapan malam.” Kemudian Ibnu Abbas mencontohkan perbuatan syirik yang samar tersebut seperti perkataan, “Demi ALLAH dan demi hidupmu wahai fulan”, “Demi hidupku” atau “Kalau bukan karena anjing kecil orang ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu” atau “Kalau bukan karena angsa yang ada dirumah ini tentu datanglah pencuri-pencuri itu” dan ucapan seseorang kepada kawannya, “Atas kehendak ALLAH dan kehendakmu” juga ucapan seseorang, “Kalau bukan karena ALLAH dank arena fulan”. Akhirnya beliau mengatakan, “Janganlah engkau menjadikan si fulan (sebagai sekutu ALLAH) dalam ucapan-ucapan tersebut. semua ucapan ini adalah perbuatan syirik.” (HR. Ibnu Abi Hatim). Kemudian syirik ada dua macam; pertama, syirik dalam niat dan tujuan. Ini termasuk perbuatan yang samar karena niat terdapat dalam hati dan yang mengetahuinya hanya ALLAH Ta’ala. Seperti seseorang yang shalat dalam keadaan ingin dilihat (riya’) atau didengar (sum’ah) orang lain. Tidak ada yang mengetahui perbuatan seperti ini kecuali ALLAH Ta’ala.
            Kedua, syirik yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Syirik seperti ini adalah seperti syirik dalam ucapan (selain perkara I’tiqod/keyakinan). Syirik semacam inilah yang akan dibahas pada kesempatan kali ini. Karena kesamarannya lebih samar dari jejak semut yang merayao di atas batu hiitam ditengah kegelapan malam. Oleh karena itu, sedikit sekali yang mengetahui syirik seperti inni secara jelas (lihat I’anatul mustafiq bisyarh kitabut tauhid, 158). Berikut ini akan disebutkan beberapa contoh syirik yang masih samar, dianggap remeh dan sering diucapkan dengan lisan oleh manusia saat ini.

Mencela Makhluk Yang Tidak Dapat Berbuat Apa-Apa
            Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh kebanyakan manusia saat ini, barangkali juga kita sendiri, lidah ini begitu mudahnya mencela makhluk yang tidak mapu berbuat sedikit pun, seperti dimana kita sering mencela waktu, angin atau pun hujan. Misalnya dengan mengatakan, “Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini adalah bulan suro’ atau mengatakan sialan! Gara-gara angin rebut ini, kita gagal panen atau dengan mengatakan pula, aduh! Hujan lagi! Hijan lagi”
            Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti itu. Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak ALLAH. Mencaci mereka pada dasarnya telah mencaci, menggangu dan menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu ALLAH Ta’ala.
            Nabi shallallalahu alaihi wasalam bersabda, “ALLAH befriman, manusia menyakiti Aku, dia mencaci maki masa padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Akulah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.”(HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda, “Janganlah kamu mencaci maki angin.”(HR. Tirmidzi). Dari dalil-dalil ini terlihat bahwa mencci maki waktu, angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah terlarang. Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain ALLAH. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah ALLAH sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini termasuk keharaman, tidak sampat derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan Cuma sekadar pemberitaan, seperti mengatakan, “Hari ini sangat panas sekali, sehingga kita menjadi capek” tanpa tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.
Bersumpah Dengan Menyebut Nama Selain Allah
            Bersumpah dengan nama selain ALLAH juga sering diucapkan oleh orang-orang saat ini, seperti ucapan, “Demi Nyi Roro Kidul” atau “Aku bersumpah dengan nama ayahku”. Semua perkataan seperti ini diharamkan bahkan termasuk syirik. Karena hal tersebut menunjukkan bahwa dalam hatinya mengagungkan selain ALLAH, kemudian digunakan untuk bersumpah. Padahal pengagungan seperti ini hanya boleh diperuntukkan kepada ALLAH Ta’ala semata. Barangsiapa mengagungkan selain ALLAH Ta’ala dengan suatu pengagungan yang hanya layak diperuntukkan kepada ALLAH Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari islam). Namun, apabila orang yang bersumpah tersebut tidak meyakini keagungan sesuatu yang dijadikan sumpahnya tersebut sebagaimana keagungan ALLAH Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik ashgor (syirik kecil yang lebih besar dari dosa besar).
            Berhati-hatilah dengan bersumpah seperti ini karena Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan nama selain ALLAH, maka ia telah berbuat kekafiran atau kesyirikan.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
Menyandarkan Nikmat Kepada Selain Allah
            Perbuatan ini juga dianggap sepele oleh kebanyakan orang saat ini. Padahal menyandarkan nikmat kepada selain ALLAH termasuk syirik dan kekufuran kepada-NYA.  ALLAH ta’ala mengatakan tentang ornag yangmengingkari nikmat ALLAH dalam firman-NYA yang artinya, “Mereka mengetahui nikmat ALLAH, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (An Nahl; 83)
            Menurut salah satu penafsiran ayat ini: “Mereka mengenal berbagai nikmat ALLAH (yaitu semua nikmat yang disebutkan dalam surat An Nahl) dengan hati mereka, namun lisan mereka menyandarkan berbagai nikmat tersebut kepada selain ALLAH. Atau mereka mengatakan nikmat tersebut berasal dari ALLAH, akan tetapi hati mereka menyandarkannya kepada selain ALLAH.
            Menyandarkan nikmat kepada selain ALLAH termasuk syirik karena orang yang menyadarkan nikmat kepada selain ALLAH berarti telah menyatakan bahwa selain ALLAH lah yang telah memberikan nikmat. Dan ini juga berarti dia telah meningglkan ibadah syukur meninggalkan syukur berarti telah menafikan tauhid. Setiap hamba mempunyai kewajiban untuk bersyukur atas nikmat yang telah ALLAH berikan.
            Contoh dari hal ini adalah mengatakan “Rumah ini adalah warisan dari ayahku”, jika memang Cuma sekadar berita tanpa melupakan Sang Pemberi Nikmat yaitu ALLAH, maka perkataan ini tidaklah mengapa. Namun, yang dimaksudkan termasuk syirik disini adalah jika dia mengatakan sedemikian dan melupakan ALLAH.
            Marilah kita berusaha tatkala mendapatkan nikmat, selalu bersyukur pada ALLAH dengan memenuhi 3 rukun syukur yaitu; mengakui nikmat tersebut berasal dari ALLAH dengan hati. Mensyukuri nikmat tersebut dengan lisan dan berusaha menggunakan nikmat tersebut dengan melakukan ketaatan kepada ALLAH (lihat I’anatul mustafid, 148-149 dan al qoulul mufid ala kitabit tauhid, 11/93)
Perbaikilah Diri
            Jarang sekali manusia mengetahui bahwa hal-hal diatas termasuk kesyirikan dan kebanyakan orang selalu menyepelekan hal ini dengan sering mengucapkannya. Padahal ALLAH Ta’ala telah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya ALLAH tidak mengampunkan dosa syirik, dan dia mengampuni dosa yang berada di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki-NYA.”(QS. An Nisa, 4/116)
            Oleh karena itu, sangat penting sekali bagi kita untuk mempelajari aqidah dimana perkara ini sering dilalaikan dan jarang dipelajari oleh kebanyakan manusia. Aqidah adalah poros dari seluruh perkara agama. Jika aqidah telah benar, maka perkara lainnya juga akan benar dan begitu juga sebaliknya.
            Hendaknya pula kita memperbaiki diri dengan selalu meikirkan terlebih dahulu apa yang kita hendak ucapkan. Ingatlah sabda Nabi shallallahu alaihi wasalam, “Boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang diridhai ALLAH namun tidak ia sadari, sehingga karena ucapnnya ini ALLAH mengangkat derajatnya. Namun boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang dimurkai ALLAH dan tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini ALLAH memasukkannya dalam neraka.” (HR. Bukhari)
            Jika kita sudah terlanjur melakukan syirik yang samar inni, maka leburlah dengan doa yang pernah diucapkan Nabi shallallahu alaihi wasallm; “Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika syaian wa ana a’lamu wa astaghfiruka minadz dzanbilladzi laa a’lamu.”At Tauhid: Kesyirikan Yang Sering Terucap

No comments:

Post a Comment