Tuesday, June 24, 2014

At Tauhid: Hakikat Ilmu





            “Seandainya dunia sebanding dengan satu sayap lalat di sisi ALLAH, niscaya Dia tidak akan memberikan seteguk air pun bagi seorang kafir”(HR. At TIrmidzi). Belum lama para orang tua disibukkan oleh agenda mencari sekolah dan universitas untuk putra-putrinya yang akan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Sungguh melelahkan dan menegangkan, apalagi bagi anak yang nilainya pas-pasan. Sang bapak dan anak harus kesana-kemari sambil mencari informasi setiap harinya. Tidak hanya satu formulir yang diambilnya, sebagai alternative bisa pilihan pertama tidak dapat diraih. Fenomena ini terjadi setiap tahun, termasuk oleh sebagian besar kaum muslimin. Banyak pendaftar yang diterima dan akan berhadapan dengan biaya sekolah yang cukup besar. Namun ada juga yang tidak diterima sehingga harus memutar haluan hidup. Secara umum, hanya ada satu motivasi yang terbesit di hati mereka, yaitu: anakku harus menjadi orang sukses!
            Sukses yang hakiki adalah berhasil menjalani hidup ini untuk mendapatkan surga-NYA. Berapa banyak orang tua memandang bahwa kesuksesan itu adalah dengan nilai duniawi. Lihatlah hadis diatas, bagaimana nilai dunia tidak lebih berharga dari satu sayap seeokr lalat. Hingga tujuan mereka menyekolahkan anak-anaknya ialah agar mendapatkan pekrjaan yang lebih layak. Mereka lupa akan tujuan menuntut ilmu ialah harus ikhlas karena ALLAH dan agar generasi kita tidak berada dalam kebodohan. Hanya ALLAH lah tempat memohon pertolongan.
            Mereka lupa bahwa islam sebagai agama paripurna telah memberikan perhatian yang besar terhadap kesuksesan yaitu dengan ilmu. Sebagaimana firman ALLAH Ta’ala yang artinya; “Niscaya ALLAH akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al Mujadilah; 11). Juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Menuntut ilmu itu wajib hukumnya atas setiap muslim” (Shahihul Jami’). Yang dimaksud dengan hadis ini adalah menuntut ilmu syar’i. kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu muslim dan muslimah, baik dia sebagai orang tua, anak, karyawan, dosen, dokor, professor dan lain-lain. Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang berkaian dengan muamalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang tauhid, rukun islam, rukun iman, akhlak, adab dan mu’amalah dengan makhluk. Namun ketahuhilah kaum muslimin yang semoga ALLAH rahmati, bahwa islam membagi ilmu berdasarkan hukumnya sebagai berikut:
            Pertama : ilmu dien (Ilmu Agama), yang terbagi menjadi:
1.      Ilmu dien yang hukumnya fardhu ain (wajib dimiliki oleh setiap orang), yaitu ilmu tentang akidah berupa rukun iman yang enam dan ibadah seperti thoharoh, sholat, puasa, zakat dan ibadah wajib lainnya.
2.      Ilmu dien yang hukumnnya fardhu kifayah (harus ada sebagian orang islam yang menguasai, bila tidak ada maka semua kaum muslimin di tempat itu berdosa), seperti ilmu tafsir, ilmu hadis , ilmu fara’idh, ilmu bahasa, ushul fiqh.

            Kedua : ilmu duniawi yaitu segala ilmu yang dengan ilmu tersebut tegaklah segala maslahat dunia dan kehidupan manusia seperti ilmu kedokteran, pertanian, ilmu teknik, perdagangan, militer, dan sebagainnya. Menurut ulama, hukum ilmu duniawi adalah fardhu kifayah.
            Dengan demikian, islam adalah agama ilmu, ilmu kemaslahatan hidup di dunia maupun akhirat. Namun seiring dengan pergeseran tujuan hidup manusia, motivasi menuntut ilmu pun mulai bergeser. Kenyataan menunnjukkan bahwa manusia mulai condong  kepada ilmu duniawi dan ilmu agama di nomor duakan bahkan melupakannya. Entah kekhawatiran apa yang membayangi manusia sehingga mereka lebih mementingkan ilmu dunia daripada ilmu dien, padahal ALLAH subhanahu wata’ala berfirman yang artinya; “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia sedangkan mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai”(QS. Ar Rum; 7)
            Ibnu Katsir berkata; “Umumnnya manusia tidak memiliki ilmu melainkan ilmu duniawi. Memang mereka maju dalam bidang usaha akan tetapi hati mereka tertutup, tidak bisa mempelajari ilmu dienul islam untuk kebahagiaan akhirat mereka.” (Tafsir ibnu katsir; 3/428)
            Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’adi berkata; “Pikiran mereka hanya terpusat kepada urusan dunia sehingga lupa urusannya akhirat. Mereka tidak berharap masuk surga dan tidak takut neraka. Inilah tanda kehancuran mereka, bahkan dengan otaknya mereka bingung dan gila. Usaha mereka memang menakjubkan seperti membuat atom, listrik, angkutan darat, laut dan udara. Sungguh menakjubkan pikiran mereka, seolah-olah tidak ada manusia yang mampu menandinginya, sehingga orang lain menurut pandangan mereka adalah hina. Akan tetapi ingatlah! Mereka itu orang yang paling bodoh dalam urusan akhirat dan tidak tahu bahwa kepandaiannnya akan merusak dirinya. Yang tahu kehancuran mereka adalah insan yang beriman dan berilmu. Mereka itu bingung karena menyesatkan dirinya sendiri. Itulah hukuman ALLAH bagi orang yang melalaikan urusan akhiratnya, dan tergolong orang fasik. Andaikan mereka mau berpikir bahwa semua itu adalah pemberian ALLAH dan kenikmatan itu disertai dengan iman, tentu hidup mereka bahagia. Akan tetapi lantaran dasarnya yang salah, mengingkari karunia ALLAH tidaklah kemajuan urusan dunia mereka melainkan untuk merusak dirinya sendiri” (Tafsir Karimir Rahman 4/75)
            Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda; “Sesungguhnya ALLAH membenci setiap orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam urusan akhiratnya.”  Maukah kita disebut bodoh oleh Sang Khaliq…? Akankah kita bergelimang dalam kebodohan ilmu agama, lalu tidakkah kita ingin sukses dan jaya di negeri akhirat nanti? Apa yang menghalangi kita untuk segera meraup ilmu agama, sebagaimana kita berambisi meraup ketinggian ilmu dunia karena tergambar kesuksesan masa depan kita?
            Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, telah mengumpulkan keutamaan ilmu, khususnya ilmu dien untuk mendongkrak motivasi kita yang begitu lemah. Mari kita simak!
1.      Bahwa ilmu dien adalah warisan para Nabi, warisan yang lebih berharga dan lebih mulia disbanding segala warisan. Rasulullah telah bersabda; “Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, mereka hanyalah mewariskan imu, maka barangsiapa mengambilnya warisan ilmu , sungguh ia telah mengambil keuntungan yang banyak” (Shahihul Jami al Albani)
2.      Ilmu itu akan kekal sekalipu pemiliknya telah mati, tetapi harta akan berpindah dan berkurang bahkan jadi rebutan bila pemiliknya telah mati.
3.      Ilmu, sebanyak apapun tak menyusahkan pemiliknya untuk menyimpan, tak perlu gudang yang luas untuk menyimpannya, cukup disimpan dalam dada dan kepalanya. Ilmu akan menjaga pemiliknya sehingga memberi rasa aman dan nyaman, berbeda dengan harta yang bila semakin banyak, semakin susah untuk menyimpannya, menjaganya dan pasti membuat gelisah pemiliknya.
4.      Ilmu adalah jalan menuju surga, tiada jalan pintas menuju surga kecuali dengan ilmu. Sabdanya shallallahu alaihi wasallam; “Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka ALLAH mudahkan jalanya menuju surga. Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.” (HR. Muslim)
5.      Ilmu merupakan pertanda kebaikan seorang hamba. Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam; “Barangsiapa yang ALLAH kehendaki baginya kebaikan akan dipahamkan baginya masalah dien.”(HR. Bukhari)

            Problem terbesar di kalangan ummat ini adalah kebodohan terhadap agamanya. Maka diperlukan usaha yang nyata untuk memecahkan problem tersebut, yaitu dengan ilmu. Dan ilmu tersebut hanya akan didapat di majelis-majelis ilmu yang didalamnya dibacakan firman ALLAH sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan perkataan para sahabat. Tanpa melalaikan ilmu dunia, ilmu agama harus diprioritaskan karena hukum dan manfaatnya jauh lebih tinggi dibanding ilmu duniawi. Hal inilah yang sekarang ini terbalik. Ummat lebih mementingkan ilmu dunia dan cenderung melupakan ilmu dien. Padahal tidak ada obat bagi kebodohan kecuali dengan ilmu. Kebodohan dalam hal apapun! Bahkan ketika di antara kita ada yang mengatakan “kita harus seimbang antara dunia dan akhirat”.
            Maka pada hakikatnya perkataan itu hanyalah usaha untuk menutupi kebodohan terhadap ilmu dien. Bagaimana dikatakan seimbang, dikala dia tidak mengetahui syarat laa ilaha illallah serta pembatal-pembatalnya, konsekuensi 2 kalimat syahadat, rukun-rukun shalat dan ilmu-ilmu dasar lainnya. Sementara dia mengetahui sekian banyak ilmu dunia, akuntansi, geografi, matematika, kimia dan ilmu yang bersifat duniawi secara mendetail. Bukanlah hal yang tercela jika diantara kita mendalami ilmu tersebut, namun yang dicela adalah ketika ilmu-ilmu tersebut dikuasai, tapi ilmu dien adalah nol besar jika tidak mau dikatan minus.
            Demikianlah beberapa mutiara ilmu dien yang jauh lebih mulia dari harta. Karena itu mari kita gali ilmu dien secara benar dari sumbernya, yaitu Al-quran dan sunnah melalui pemahaman para salafush shalih (pendahulu kita yang shalih). At Tauhid: Hakikat Ilmu

No comments:

Post a Comment