Friday, June 20, 2014

At-Tauhid : Lezatnya Ketaatan Yang Dipertanyakan



Banyak orang yang mengira bahwa menjalankan perintah-perintah ALLAH dan memnjauhi larangan-larangan-NYA merupakan sebuah upaya yang sama sekali tidak menyenangkan, apalagi mendatangkan kelezatan. Namun, sebenarnya hal ini adalah sebuah perkara yang sudah dijelaskan oleh agama. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Akan merasakan manisnya iman, orang yang merasa ridha ALLAH sebagai rabbnya, islam seperti agamanya dan Muhammad sebagai rasulnya.”(HR. Muslim). Jelas sekali dari hadis ini bahwa dengan sebab ketaatan seorang hamba akan bisa merasakan kenikmatan berupa manisnya keimanan
            ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka akan Kami sempurnakan baginya balasan amalnya di sana dan mereka tidak sedikit pun dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan apa-apa di akhirat kecuali dan lenyaplah apa yang mereka perbuat serta sia-sia apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. Huud : 15-16). Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Bersegeralah dalam melakukan amal-amal, sebelum datangnya fitnah-fitnah bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita, sehingga membuat seorang yang di pagi hari beriman dan namun di sore harinya menjadi kafir atau sore harinya beriman namun di pagi harinya menjadi kafir, dia menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan duniawi semata.”(HR. Muslim).
             Para ulama mengatakan, “Sesungguhnya di dunia ini ada sebuah surga, barang siapa yang tidak memasukinya niscaya dia tidak akan memasuki surga di akhirat.” Sebagian mereka juga berkata, “Banyak para penghuni dunia yang keluar dari alam dunia sementara mereka belum merasakan sesuatu yang paling nikmat di dalamnya.” Kenikmatan itu tiada lain adalah mengenal ALLAH dan merasa tentram dengan segala keputusan-NYA.
            Itulah orang yang bisa merasakan kelezatan iman, apabila dia mencintai maka cintanya karena ALLAH, apabila dia membenci maka bencinya karena ALLAH, dan apabila dia member maka pemberiannya juga karena ALLAH begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, ALLAH mensifati orang-orang beriman dengan sifat-sifat yang menggambarkan kelapangan dada mereka terhadap apa yang ditetapkan-NYA. ALLAH menggambarkan bahwa hati mereka tidak merasa sempit atas apa yang diputuskan oleh Rasul-NYA. Hati mereka bergetar saat teringat kepada-NYA dan bila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNYA maka bertambahlah keimanan mereka, dan mereka tidak menggantungkan harapan kecuali kepada-NYA semata.
            ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah pantaas bagi seorang mukmin lelaki ataupun perempuan, apabila ALLAH dan Rasul-NYA telah memutuskan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka alternatif lain dalam urusan mereka..”(QS. Al ahzab; 36). ALLAH ta’ala juga berfirman yang artinya, “Demi rabbmu, sekali-kali mereka itu tidaklah beriman, sampai mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim atas segala yang mereka perselisihkan di antara mereka, lalu mereka tidak mendapai rasa sempit di dalam hati mereka atas keputusan yang kamu berikan, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.” (QS. An nisa; 65). ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama ALLAH maka bergetar hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNYA maka semakin bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabbnya.”(QS. Al anfaal; 2)
            Dan kam beriman adalah orang-orang yang tidak menyimpan keraguan terhadap apa yang dijadikan oleh ALLAH. ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan ketika orang-orang yang beriman melihat golongan-golongan yang bersekutu itu untuk menghancurkan pasukan islam maka mereka berkat, inilah yang dijanjikan ALLAH dan Rasul-NYA dan Maha Benar ALLAH dan Rasul-NYA. Dan tidaklah hal itu melainkan menambah kepada mereka keimanan dan kepasrahan.”(QS. Al- ahzab; 22). Sebaliknya, kalau kita perhatikan sosok orang-oang kafir dan munafik, maka ALLAH mensifati mereka dengan keraguan terhadap janji ALLAH. ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Dan ingatlah ketika orang-orang munafik serta orang-orang yang didalam hatinya terdapat penyakit itu mengatakan; yang dijanjikan ALLAH dan RasulNYA kepada kami hanya tipu daya belaka.” (QS. Al-ahzab;12). Maka di posisi mana kita berada?
HATI-HATI DENGAN RUWAIBIDHAH

            “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, apa yang dimaksud dengan ruwaibidhaha? Beliau menjawab, orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah)
            Hadis yang agung ini menerangkan kepada kita:
1.      Peringatan akan bahaya berbicara tanpa landasan ilmu. ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, hal itu semua akan dimintai pertanggung jawabannya.”(QS. Al israa’; 36). ALLAH ta’ala juga berfirman yang artinya, “Hai umat manusia, makanlah sebagian yang ada di bumi ini yang halal dan baik dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kalian. Sesungguhnya dia hanya akan menyuruh kalian kepada perbuatan dosa dan kekejian dan agar kalian berkata-kata atas nama ALLAH dalam sesuatu yang tidak kalian semua ketahui ilmunya.”(QS. Al baqarah; 168-169)
2.      Hadis ini menunjukkan pentingnya kejujuran dan mengandung peringatan dari bahaya kedustaan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Wajib atas kalian untuk bersikap jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu akan menuntun ke surga. Apabila seseorang terus menerus bersikap jujur dan bejuang keras untuk senantiasa jujur maka di sisi ALLAH dia akan dicatat sebagai orang yang shiddiq. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu akan menyerek kepada kefajiran dan kefajiran akan menjerumuskan ke dalam neraka. Apabila seseorang terus-menerus berdusta dan mempertahankan kedustaannya maka di sisi ALLAH dia akan dicatat sebagai seorang pendusta.”(HR. Muslim)
3.      Hadis ini juga menunjukkan pentingnya menjaga amanah dan memperingatkan dari bahaya mengkhianati amanah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah datangnya hari kiamat. Lalu ada yang bertanya, Bagaimana amanah itu disia-siakan? Maka beliau menjawab, apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah kiamatnya.”(HR. Bukhari). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, :Tidak lengkap iman pada diri orang yang tidak memiliki sifat amanah.” (HR. al baihaqi)
4.      Hadis ini menunjukkan bahwa jalan keluar ketika menghadapi situasi kacau semacam itu adalah dengan kembali kepada ilmu adalah al-quran dan as sunnah dengan pemahaman salafus shalih. Dan yang dimaksud ulama adalah ahli ilmu yang mengikuti perjalanan Nabi dan para shabat dalam hal ilmu, amal, dakwah, maupuh jihad. At Tauhid: Lezatnya Ketaatan Yang Dipertanyakan


No comments:

Post a Comment