Tuesday, June 24, 2014

At Tauhid: Kewajiban Yang Seringkali Terabaikan



Kewajiban Yang Seringkali Terabaikan



            Sebagian orang tua sangat senang jika anaknya bisa belajar sampai jenjang yang lebih tinggi. Tapi sedikit yang peduli akan pendidikan agama pada anaknya. Jika anak tidak bisa baca Al-Quran tidaklah masalah, yang penting bisa mengusai bahasa asing terutama bahasa inggris. Jika anak tidak paham agama tidak apa-apa, yang penting anak bisa computer. Jadilah anak-anak muda saat ini jauh dari Islam, tidak bisa baca Al-Quran, ujung-ujungnya gemar maksiat ditambah dengan pergaulan bebas yang tidak karuan dipenuhi dengan narkoba, miras dan sebagainya.
Mesti Sadar Bahwa Belajar Agama Itu Penting

            Baik selaku orang tua dan anak, kita mesti sadar bahwa mempelajari ilmu agama itu amat penting. Kita bisa jadi terjerrumus dalam syirik karena tidak tahu bahwa jimat, rajah dan azimat termasuk kesyirikan karena adanya ketergantungan hati pada selain ALLAH sebab yang tidak terbukti dengan dalil dan bukti eksperimen. Rasul shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan tamimah, maka ia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad)
            Kita pun bisa berwudhu dengan tidak sempurna ketika tidak tahu bagaimanakah wudhu yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Wudhu yang tidak sempurna akan merembet pada shalat yang jadi bermasalah. Lihatlah diantara ancaman bagi orang yang tidak berwudhu sempurna seperti yang tumitnya tidak terbasahi air. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,”Celakalah tumit-tumit yang tidak terbasahi wudhu dari ancaman neraka.” (Muttafaqun alaih)
            Begitu pula dengan shalat yang tidak beres seperti terlalu ngebut, akhirnya menjadikan shalat tidak sah karena tidak adanya thuma’ninah. Dari Zaid bin Wahb, ia berkata bahwa Hudzaifah pernah melihat seseorang yang tidak sempurna ruku’ dan sujudnya. Hudzaifah lantas berkat, “Engkau tidaklah sholat. Seandainya engkau mati, maka engkau mati tidak diatas fitroh yang ALLAH fitrohkan pada Muhammad shallallah alaihi wasallam.” (HR. Bukhari)
            Shalat orang yang ngebut-ngebutan, inilahyang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai orang yang mencuri dalam shalatnya. Disebutkan dalam hadis Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallah alaihi wasallam bersada, “Sejelek-jelek manusia adalah pencuri yaitu mencuri sholatnya.” Para sahabat lantas bertanya kepada Rasul, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka bisa dikatakan mencuri sholatnya?” “yaitu mereka yang tidak menyempurkana suku’ dan sujudnya”, jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam (HR. Ahmad). Sayang seribu sayang, hanya sedikit yang tahu kalau thuma’ninah (Bersikap tenang dalam shalat, tidak cepat-cepat) merupakan bagian dari rukun shalat yang tidak terpenuhi akan membuat shalat menjadi batal.
            Fenomena lain, sebagian pria begitu bangga dapat berhias diri dengan emas. Ketika ditanya kenapa menggunakan emas, malah dijawab, “Apa salahnya menggunakan emas? Emas itu sah-sah saja untuk laki-laki.” Padahal telah disebutkan dengan tegas dalam hadis Abu Musa, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari umatku, namun diharamkan bagi para pria.” (HR. An Nasai dan Ahmad). Kenapa emas hanya boleh untuk wanita? Jawabnya, karena wanita lebih butuh berhias dibanding pria.
            Pemuda yang lebih kenal agama tentu lebih patuh dan berbakti pada orang tua dibanding pemuda yang sering ugal-ugalan. Ini semua diantara akibat dari tidak paham agama. Kita selaku seorang muslim mesti paham akan agama kita sendiri yang kita butuhkan setiap harinya. Kita seharusnya bukan hanya sekadar mengekor orang-orang atau membangun ibadah bukan diatas pijakan dalil atau sekadar mengekor budaya non muslim. Seorang muslim mesti belajar sehingga keadaan dirinya bisa jadi lurus dan berada dalam tuntunan yang benar dalam beragama. Ingatlah bahwa Rasul kita shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
            Ilmu agama yang terpenting kita pelajari adalah berbagai ilmu yang wajib, itu yang utama dan mesti didahulukan. Yaitu dengan ilmu ini seseorang tidak sampai meninggalkan kewajiban dan menerjang yang haram. Inni berarti kita punya kewajiban mempelajari akidah yang benar, tauhid yang tidak ternodai syirik, cara wudhu, shalat dan ibadah lainnya sesuai yang Rasul kita ajarkan dan seterusnya.

Berilmu Sebelum Beramal

            Selaku seorang muslim, kita dituntut untuk berilmu sebelum beramal. Diantara dalilnya adalah firman ALLAH Ta’ala, “Maka ilmulah! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain ALLAH dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad; 19). Ucapan istighfar termasuk amalan. Dalam ayat ini kita diperintahkan berilmu dahulu, lalu beramal. Berdasarkan dalil ini, imam Bukhari berkata, “Al Ilmu qoblal qoul wal amal.” Ibnul Munir berkata, “Yang dimaksud perkataan Bukhari adalah ilmu merupakan syarat sah perkataan dan amalan. Jadi ucapan dan amalan tidaklah dianggap kecuali didahului oleh ilmu.” (Fathul Bari,1; 160).
            Dari sini tidak tepat kebiasaan sebagian kita yang sudah beramal, lantas berkata, “Amalan ku sudah sesuai ajaran Rasul atau belum ya?” seharusnya yang ia lakukan sebelum beramal adalah belajar dan mengkaji amalan itu terlebih dahulu. Jika ada tuntutan dari Rasul shallallahu alaihi wasalam barulah dilaksanakan.

Belajar Agama Menuai Berbagai Kemuliaan

            Jika seseorang mau dudduk di majlis ilmu, maka sungguh ia akan menggapai banyak kemuliaan. Orang yang menuntut ilmu berarti telah mendapatkan warisan para nabi karena para nabi tidaklah mewariskan harta maupun uang, yang mereka wariskan adalah ilmu agama. Sebagaimana disebutkan dalam hadis, “Seseungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
            Yang lain dari itu, ilmu bisa kekal sedangkan harta bisa binasa. Ketika ilmu terus dimanfaatkan oleh orang lain, maka pahalanya akan terus mengalir meskipun si pemilik ilmu telah tiada, baik ilmu tadi berupa ceramah agama atau berupa tulisan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu; sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh.” (HR. Muslim)
            Orang yang belajar agama, merekalah yang dikehendaki kebaikan sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan, maka ALLAH membuatnya faqih (paham) terhadap agama.” (Muttafaqun alaih). Ibnu Umar berkata, “Faqih adalah orang yangzuhud di dunia selalu mengharapkan akhirat.” (Syarh Ibnu Batthol).
            Terakhir, menurut ilmu agama adalah jalan mudah menuju surge sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang menempuh jalan menuntut ilmu agama, maka ALLAH akan memudahkan baginya jalan menuju surge.” (HR. Muslim)

Tidak Ada Alasan Untuk Enggan Belajar

            Kita sebagai seorang muslim jangan sampai memiliki sifat yang hanya tahu seluk beluk ilmu dunia, namun lalai dari ilmu agama. Walau kita seorang pelajar umum, kita punya kewajiban untuk belajar agama. Begitu pula dengan seorang pekerja kantoran punya kewajiban yang sama. Meskipun sebagai direktur, atasan dan gubernur sekalipun masih punya kewajiban untuk memahami ilmu islam yang tidak bisa tidak wajib dipelajari. Janganlah kita menjadi orang-orang sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia; sedangka mereka tentang kehidupan akhirat benar-benar lalai.” (QS. Ar ruum; 7)
            Sebenarnya tidak ada alasan untuk enggan belajar agama. Jika memang kita sulit hadis di majelis ilmu karena kesibukan, berbagai media saat ini telah memudahkan kita untuk belajar. Luangkanlah waktu untuk memanfaatkan media-media tersebut. banyak diantara saudara kita yang telah menyusun buku, bulletin, madding, dan sebagainya. Dan itu semua bisa jadi sarana yang membantu untuk belajar. Namun jika punya kesempatan, berusahalah meluangkan waktu untuk belajar langsung dari seorang guru karena ilmu yang diserap akan lebih baik dan mudah dipahami.
            Tidak ada kata terlamabat untuk belajar karena banyak ulama yang baru belajar ketika usia di atas 40-an bahkan lebih. Imam Ibnu Aqil berkat, “Aku tidak pernah menyia-nyiakan waktuku dalam umurku walau sampai hilang lisanku untuk berbicara atau hilang penglihatanku untuk banyak menelaah. Pikiranku masih saja terus bekerja ketika aku beristirahat. Aku tidaklah bangkit dari tempat dudukku kecuali jika ada yang membahayakanku. Sungguh aku baru mendapati diriku begitu semangat dalam belajar ketika aku berusia 80 tahun. Semangatku ketika itu lebih dahsyat daripada ketika aku berusia 30 tahun.”
            Dan janganlah menunda-nunda waktu karena nanti sore atau esok pagi, kita tak tahu apakah ALLAH masih memberikan kita kesempatan untuk berada di dunia ini. Semoga ALLAH senantiasa memberi hidayah demi hidayah.At Tauhid: Kewajiban Yang Seringkali Terabaikan

No comments:

Post a Comment