Friday, June 20, 2014

At-Tauhid: Mengokohkan Pijakan Keislaman





           
Akal sehat tentu mengetahui bahwa Rasul shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang mas’shum dalam hal informasi yang disampaikannya dari ALLAH ta’ala, sehingga sabda beliau tidak mungkin salah. Oleh karena itulah wajib bagi kita untuk bersikap pasrah dan tunduk serta melaksanakan perintah-perintah beliau. Sebagai umat islam, kita pun sudah sama-sama mengetahui secara pasti bahwasanya al-quran telah menegaskan kebenaran sabda-sabda Rasul. Oleh sebab itu apabila Rasul memberikan informasi atau ketetapan tentang suatu perkara maka wajib bagi kita untuk menerima dan melaksanakannya. Kita tidak bisa menolaknya sembari beralasan bahwa apa yang beliau sampaikan itu addalah sesuatu yang tidak masuk akal atau bertentangan dengan rasio kita. Sebab pada dasarnya akal dan rasio kita telah yakin seratus persen bahwa semua yang beliau sabdakan adalah kebenaran ALLAH ta’ala berfirman, “Dan dia tidaklah berbicara dari dorongan hawa nafsunya akan tetapi ucapannya tiada lain adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.”(QS. An najm; 3-4)
            ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah kewajiban Rasul melainkan sekadar menyampaikan.”(QS. An nuur; 54). ALLAH ta’ala juga berfirman yang artinya, “Apakah ada kewajiban bagi Rasul selain memberikan keterangan yang gambling?”(QS. An nahl;35). ALLAH ta’ala berfirman lagi, “Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun kecuali dengan bahasa kaumnya, agar dia menjelaskan wahyu bagi mereka. Sehingga ALLAH berhak menyesatkan orang yang dikehendaki-NYA serta memberikan petunjuk kepada orang yang dikehendaki-NYA”(QS. Ibrahim; 4).
            Dan ayat-ayat yang berbicara tentang hal ini sangat banyak jumlahnya. Bahkan generasi terbaik umat ini pun telah turut serta mempersaksikan bahwa beliau shallallahu alaihi wasallam benar-benar telah menunaikan amanah dan menyampaikan risalah dengan sempurna dan gambling. Sehingga ajaran islam telah terang benderang, malamnya sebagaimana siangnya, tiada yang menyimpang darinya kecuali orang yang binasa. Beliau telah meminta persaksian para sahabat dalam sebuah perhelatan akbar pada saat haji wada’ di tengah padang Arafah. Dan para sahabat pun mengiakan dan mempersaksikannya. Barang siapa yang mendakwakan bahwa ada salah satu sendi ajaran agama apalagi itu termasuk prinsip dan landasanya kemdian hal itu tidak diterangkan oleh Nabi dengan keterangan yang gambling dan sempurna maka pada hakikatnya dia telah berdusta atas nama beliau shallallahu alaihi wasallam, wallaahul musta’an (Syarh aqidah thahawiyah, hal 161-163).
Sabda Nabi Adalah Wahyu
            Abdullah bin amr mengatakan, “Dahulu aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena aku ingin menghafalkannya. Maka orang-orang quraisy pun menghalang-halangi ku. Mereka mengatakan, “Sesungguhnya kamu telah menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah manusia biasa. Beliau terkadang berbicara dalam keadaan marah.” Maka aku menghentikan diri dari menulis hadis-hadis Nabi. Kemudian kejadian itu aku laporkan kepada Rasul. Maka beliau bersabda, “Tulislah! Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-NYA. Tidaklah keluat dari diriku melainkan al haq (kebenaran).” ( al albani)
            Firman ALLAH yang artinya, “Dan ALLAH telah menurunkan kepadamu (Muhammad): al kitab dan al hikmah dan Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan karunia ALLAH adalah sangat besar atasmu.” (QS. An nisaa; 113). Imam syafi’I berkata, “Yang ku dengar dari keterangan para ulam al-quran, mereka mengatakan bahwa al hikmah adalah sunnah (hadis) Rasulullah.”(Ar risalah, 78)
Tidak Ada Iman Tanpa Ketundukan

            ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Demi Tuhanmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman sampai mereka berhakim kepada mu dalam segala yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak mendapati rasa berat di dalam diri mereka atas apa yang kamu putuskan dan mereka pun menerimanya dengan sempurnanya.”(QS. An nisa; 65).
            Syaikh Muhamamd bin shalih al utsaimin mengatakan, “Artinya merekalah tidak beriman hingga mau menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara mereka…” beliau jelaskan, “Dan itu artinya samapi mereka mau menjadikan engkau saja (Muhammad) sebagai pemberi keputusan dalam menyelesaikan persengketaan yang ada diantara mereka, dalam urusan-urusan agama maupun urusan-urusan dunia. Dalam urusan agama misalnya apabila ada dua orang berselisih dalam menentukan hukum suatu permasalahan syariat. Seorang diantara mereka berdua berkat, “Itu adalah haram.” Sedangkan orang kedua berkata, “Itu halal”. Maka untuk mencari keputusan hukumnya adalah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Maka tidaklah seorang pun diantara mereka berdua yang berselisih tadi dinyatakan beriman sampai mau berhakim kepada Rasulullah. Demikian pula seandainya orang-orang berselisih dalam urusan dunia diantara mereka..” beliau melanjutkan, “Yang jelas seseorang tidaklah dinyatakan beriman dengan benar hingga pencarian keputusannya dalam urusan agama maupun dunia adalah kepada keputusan Rasulullah. Kalau ada yang bertanya, “Bagaimanakah berhakim kepada Rasul sesudah beliau wafat?” Syaikh al utsaimin mengatakan, “Maka jawabnya ialah berhakim kepada beliau sesudah wafatnya ialah dengan cara berhakim kepada sunnahnya…” (Syarh riyadhusu shalihin, 1/587)
            Beliau  juga menjelaskan bahwa berdasarkan ayat di atas ada 3 syarat yaitu: pertama, berhakim kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Kedua, dia tidak boleh merasa sempit di dalam hatinya terhadap keputusan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Ketiga, dia harus tunduk menerima sepenuhnya dan pasrah secara total terhadap beliau. Beliau mengatakan, “Maka dengan ketiga syarat inilah dia bisa menjadi mikmin. Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka bisa jadi dia keluar dari keimanan secara keseluruhan atau bisa juga menjadi menyusut keimanannya, wallaahul muwaffiq.” (Syarh riyadhush shalihin, I/589)
Kami Dengarkan dan Kami Taati
            ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada ALLAH dan Rasul-NYA agar Rasul itu memberikan keputusan hukum diantara mereka hanyalah dengan mengatakan, kami mendengar dan kami taat. Dan hanya merekalah orang-orang yang berbahagia.” (QS. An nuur; 51)
            ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah pantas bagi seorang mukmin maupun mukminah apabila ALLAH dan Rasul-NYA telah memutuskan suatu perkara kemudian mereka memiliki pilihan lain dalam urusan mereka.”(QS. Al ahzab; 36)
            Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Ayat ini berlaku umum untuk semua urusan. Yaitu apabila ALLAH dan Rasul-NYA telah menetapkan sebuah keputusan maka tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk menyelisihi hal itu. Dan tidak ada lagi pilihan bagi siapa pun disini artinya agama tidak membiarkan dia bebas memilih antara mengikuti Rasul atau tidak, tidak ada lagi pendapat atau perkataan yang lain…” (Tafsir al qur’an al azhim). Wallahu a’lam. At-Tauhid: Mengokoh Pijakan Keislaman

No comments:

Post a Comment