Sunday, July 21, 2013

At-Tauhid: Menantikan Malam Lailatul Qadar



Menantikan Malam Lailatul Qadar
Bersemangat Di Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan
            Sepertiga terakhir bulan Ramadhan adalah saat-saat yang penuh dengan kebaikan dan keutamaan serta pahala yang melimpah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu suri tauladan kita Nabi shallallahu alaihi wasallam dahulu bersungguh-sungguh untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir tersebut dengan berbagai amalan melebihi waktu-waktu lainnya. Sebagaimana istri Beliau, Ummul Mukminin Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihikesungguhan beliau di waktu yang lainnya”. (HR.Muslim).
            Aisyah radhiyallahu anha juga mengatakan, “Apabila Nabi shallallahu alaihi wasallam memasuki sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan, beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Keutamaan Lailatul Qadar
           
              Pada sepertiga terakhir dari bulan Ramadhan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh ALLAH SWT melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemulian malam tersebut adalah ALLAAH mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang member peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”. (QS. Ad Dukhan 44; 3 – 4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam Lailatul Qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al-Qadar. ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya Al-Quran pada malam kemuliaan “. (QS. Al Qadar 97; 1). Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksudkan dalam ayat yang selanjutnya, “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam tersebut turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar”. (QS. Al-Qadar; 3 – 5).
Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
            Lailatul qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan”.(HR. Bukhari). Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam diatas.
            Terjadinya lailul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadis dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Carilah lailatul qadar ddi sepuluh malam terakhir, namun jiika ia dimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa”.(HR. Muslim).
            Dan ada pula yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari seepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikamh ALLAH Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada Sembilan, tujuh dan lima malam yang tersisa”.(HR. Bukhari).
            Hikmah ALLAH SWT menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar diantaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat ALLAH SWT agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-NYA dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga ALLAH SWT memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.
                                                        Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar
1.      Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan”. (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh/terpecaya).
2.      Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
3.      Manusia dapat melihat mala mini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
4.      Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi nin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “”””Subuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik”.(HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 2/149-150)
I’tikaf
            Dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, kaum muslim dianjurkan (disunnahkan) untuk melakukan I’tikaf. Sebagaimana Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada setiap Ramadhan selama 10 hari dan pada akhir hayat, beliau melakukan I’tikaf selama 20 hari. (HR. Bukhari).
            Lalu apa yang dimaksudkan dengan I’tikaf? Dalam kitab lisanul arab, I’tikaff secara bahasa bermakna merutinkan sesuatu. Sehingga orang yang mengharuskan dirinya untuk berdiam di mesjid dan mengerjakan ibadah di dalamnya disebut mu’takifun atau akifun. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 2/150).
            Dan paling utama adalah beri’tikaf pada 10 hari terkahir di bulan Ramadhan. Aisyah radhiyallahu anha mengatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan sampai ALLAH SWT mewafatkan beliau. (HR. Bukhari dan Muslim).
            Nabi shallallahu alaihi wasallam juga beri’tikaf di 10 hari terakhir dari bulan Syawal sebagai qadha karena tidak beri’tikaf di bulan Ramadhan (HR. Bukhari dan Muslim).
I’tikaf Harus Di Mesjid Dan Boleh di Mesjid Mana Saja
            I’tikaf disyariatkan dilaksanakan di mesjid berdasarkan firman ALLAH Ta’ala yang artinya, “Tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid”.(QS. Al-Baqarah; 187). Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di mesjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.
            Menurut mayoritas ulama, I’tikaf disyariatkan di semua mesjid karena keumuman firman ALLAH SWT diatas yang artinya, “…. Sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid”. Adapun hadis marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan, “Tidak ada I’tikaf kecuali pada tiga mesjid”, hadis ini masih diperselisihkan apakah statusnya marfu’ (sampai pada Nabi) atau mauquf (perkataan sahabat). (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 2/151).
Wanita Juga Boleh Beri’tikaf
            Dibolehkan bagi wanita untuk melakukan I’tikaf sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf. (HR. Bukhari dan Muslim). Namun wanita boleh beri’tikaf disini harus memenuhi 2 syarat; diizinkan oleh suami dan tidak menimbulkan fitnah (masalah bagi laki-laki). (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 2/151-152).
Waktu Minimal Lamanya I’tikaf
            I’tikaf tidak disyaratkan dengan puasa. Karena Umar pernah berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Ya Rasulullah aku dulu pernah bernazar di masa Jahiliyah untuk beri’tikaf semalam di Masjidil Haram?” lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam mengatakan, “Tunaikan nazarmu”. Kemudian Umar beri’tikaf semalam. (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam kondisi tersebut Umar radhiallahu anhu tidak berpuasa pada siangnya. Jadi puasa bukanlah syarat untuk I’tikaf. Maka dari hadis ini boleh bagi seseorang beri’tikaf hanya semalam. Wallahu a’alam.
Yang Membatalkan I’tikaf
            Beberapa hal yang membatalkan I’tikaf adalah keluar dari mesjid tanpa alasan syar’I atau tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak (misalnya untuk mencari makan, mandi junub, yang bisa dilakukan di luar mesjid), Jima’ (bersetubuh) dengan istri berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 187. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 2/155/156).At-Tauhid: Menantikan Malam Lailatul Qadar

No comments:

Post a Comment