Thursday, June 20, 2013

At-Tauhid: Tawakal Kunci Keberhasilan Yang Terlalaikan



Tawakal Kunci Keberhasilan Yang Terlalaikan

            Banyak orang yang salah memahami dan menempatkan arti tawakal yang sesungguhnya. Sehingga tatkala kita mengingatkan mereka tentang pentingnya tawakal yang benar dalam kehidupan manusia, tidak jarang ada yang menanggapinya dengan ucapan: “Iya, tapi kan bukan Cuma tawakal yang harus diperbaiki, usaha yang maksimal juga harus terrus dilakukan!”.
            Ucapan diatas sepintas tidak slah, akan tetapi kalau kita amati dengan seksama, kita akan dapati bahwa ucapan tersebut menunjukkan kesalahpahaman banyak orrang tentang makna dan kedudukan yang sesungguhnya. Karena ucapan diatas terkesan memisahkan antara tawakal dan usaha. Padahal, menurut penjelasan para ulama, tawakal adalah bagian dari usaha, bahkan usaha yang paling utama untuk meraih keberhasilan.
            Salah seorang ulama terdahulu berrkata: “Cukuplah bagimu untuk melakukan sebab yang disyariatkan untuk mendekati diri kepada ALLAH, adalah dengan DIA mengetahui (adanya) tawakal yang benar kepada-NYA dalam hatimu, berapa banyak hamba-NYA dalam hatimu, berapa banyak hamba-NYA yang memasrahkan urusanya kepada-NYA, maka DIA pun mencukupi (semua) keperluan hamba tersebut. [lihat “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (2/497)].
            ”Barang siapa yang bertakwa kepada ALLAH niscaya DIA akan memberikan baginya jalan keluar (bagi seemua urusannya). Dan memberikannya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada ALLAH niscaya ALLAH akan mencukupkan (segala keperluannya”. (QS. Ath-Thalaaq: 2-3).
            Artinya, barang siapa yang percaya kepada ALLAH dalam menyerahkan semua urusan kepada-NYA maka DIA akan mencukupi segala keperluannya. [lihat “Fathul Qadir”(7/241)].
            Maka tawakal yang benar, merupakan sebab utama berhasil usaha seorang hamba, baik dalam urusan dunia maupun agama, bahkan sebab kemudahan dari ALLAH Ta’ala bagi hamba tersebut untuk meraih segala kebaikan dan perlindungan dari segala keburukan.
            Coba renungkan kemulian besar ini yang terungkap dalam makna sabda Rasulullah: “Barang siapa yang ketika keluar rumah membaca (zikir):Bismillahi tawakkaltu ‘alallahi, walaa haula wala quawwata illa billa (Dengan nama ALLAH, aku berserah diri kepada-NYA, dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-NYA), maka malaikat akan berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu diberi petunjuk oleh ALLAH Ta’ala dicukupkan dalam segala keperluanmu dan dijaga dari semua keburukan”, sehingga setan pun tidak bias mendekatinya dan setan yang lain berkata kepada temannya: Bagaimana mungkin kamu bias mencelakakan seorang yang telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga oleh ALLAH Ta’ala?”. [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-tirmidzi dan Al-Albani].
            Artinya, diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan lurus, diberi kecukupan dalam semua urusan dunia dan akhirat, serta dijaga dan dilindungi dari segala keburukan dan kejelekn, dari setan atau yang lainnya. [lihat “Fiqhul asma-il husna” (hal.235)].
            Imam Ibnul Qayyim berkata: “Tawakal kepada ALLAH adalah termasuk sebab yang paling kuat untuk melindungi diri seorang hamba dari gangguan, kezhaliman dan permusuhan orang lain yang tidak mampu dihadapinya sendiri. ALLAH akan memberikan kecukupan kepada orang yang bertawakal kepada-NYA. Barang siapa yang telah diberikan kecukupan dan dijaga oleh ALLAH Ta’ala maka tidak ada harapan bagi musuh-musuhnya untuk bias mencelakakanya. Bahkan dia tidak akan ditimpa kesusahan kecuali sesuatu yang mesti (dirasakan oleh semua makhluk), seperti panas, dingin, lapar dan dahaga. Adapun gangguan yang diinginkan musuhnya maka selamanya tidak akan menimpanya. Maka jelas sekali perbedaan antara gangguan yang secara kasat mata menyakitinya, meskipun pada hakikatnya merupakan kebaikan baginya untuk menghapuskan dosa-dosanya dan untuk menundukan nafsunya, dan gangguan dari musuh-musuhnya yang dihilangkan darinya”. [lihat “Bada-I ‘ul fawa-id(2/464-465)].
            Tidak terkecuali dalam hal ini, usaha untuk mencarirezki yang halal dan berkah. Seorang hamba yang beriman kepada ALLAH Ta’ala, dalam usahanya mencari rezki, tentu dia tidak hanya mentargetkan jumlah keuntungan yang besar dan berlipat ganda, tapi lebih dari itu, keberkahan dari rezki tersebut untuk memudahkannya memanfaatkan rezki tersebut di jalan yang benar. Dan semua ini hanya bias dicapai dengan taufik dan kemudahan dari ALLAH Ta’ala. Maka tentu ini semua tidak mungkin terwujud tanpa ada tawakal yang benar dalam hati seorang hamba.
            Berdasarkan ini semua, maka merealisasikan tawakal yang hakiki sama sekali tidak bertentangan dengan usaha mencari rezki yang halal, bahkan ketidakmauan melakukan usaha yang halal merupakan pelanggaran terhadap syariat ALLAH Ta’ala, yang ini justru menyebabkan rusaknya tawakal seseorang kepada ALLAH.
            Rasululluh besabda: “Seandainya kalian bertawakal pada ALLAH dengan tawakal yang sebenarnya, maka sungguh DIA akan melimpahkan rezki kepada kalian, sebagaimana DIA melimpahkan rezki kepada burung yang pergi mencari makan di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang”. [HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan AL-Hakim dinyatakan shahih oleh AL-Albani].
            Imam Al-Munawi ketika menjelaskan makna hadis ini, belia berkata: “Artinya; burung itu perrgi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali waktu petang dalam keadaan perutnya telah penuh (kenyang). Namun melakukan usaha bukanlah ini yang mendatangkan rezki dengan sendirinya, karena yang melimpahkan rezki adalah ALLAH Ta’ala (Semata)”.
            Dalam hadis ini Rasulullah mengisyaratkan bahwa tawakal yang sebenarnya bukanlah berarti bermalas-malasan dan enggan melakukan usaha untuk mendapatkan rezki, bahkan tawakal yang benar harus dengan melakukan berbagai macam sebab yang dihalalkan untuk mendapat rezki.
            Oleh karena itu, Imam Ahmad (ketika mengomentari hadis ini) berkata:”Hadis ini tidak menunjukan larangan melakukan usaha, bahkan sebaliknya menunjukan kewajiban mencari rezki yang halal, karena makna hadis ini adalah kalau manusia bertawakal kepada ALLAH ketika mereka pergi untuk mencari rezki, ketika kembali, dan ketika mereka mengerjakan semua aktivitas mereka, dengan mereka menyakini bahwa semua kebaikan ada di tangan-NYA, maka pasti mereka akan kembali dalam keadaan selamat dan mendapatkan limpahan rezki (dari-NYA), sebagaimana keadaan burung”. [lihat “Tuhfatul ahwadzi”(7/708)].
            Makna inilah yang diisyaratkan dalam ucapan Sahl bin Abdullah at-Tustari: “Barang siapa yang mencela tawakal maka berarti dia telah mencela (konsekwensiz) iman, dan barang siapa yang mencela usaha untuk mencari rezki maka berarti dia telah mencela sunnah Rasulullah”. [lihat “Hilyatul auliya”(10/195)].
            Maka berusahalah dengan sungguh-sungguh dalam mencari rezki yang halal dan kebaikan-kebaikan lannya, tapi jangan lupa untuk menyandarkan hati kita kepada ALLAH yang maha kuasa atas segala sesuatu, bukan usaha yang kita lakukan.
            Semoga ALLAH Ta’ala senantisa memudahkan rezki yang halal dan berkah bagi kita semua, serta menolong kita untuk selalu istiqamah diatas petunjuk-NYA sampai di akhir hayat kita, AMIN.At-Tauhid: Tawakal Kunci Keberhasilan Yang Terlalaikan

No comments:

Post a Comment