Monday, June 24, 2013

At-Tauhid: Menjadikan Selain ALLAH Perantara Dalam Doa



Menjadikan Selain ALLAH Perantara Dalam Doa

            Di antara bentuk kesyirikan yang dapat membatalkan keislaman adalah menjadikan selain ALLAH sebagai perantara kepada ALLAH dalam berdo’a, meminta syafa’at hingga bertawakal padanya. Bagaimanakah bentuk menjadikan selain ALLAH sebagai perantara yang terjatuh dalam perbuatan syirik? Dan kapan mengambil perantara tidak dianggap syirik?
            Perlu diketahui bahwa menjadikan antara hamba dan ALLAH perantara, ada dua hal yang dimaksud:
1.      Perantara untuk tersampainya risalah atau ajaran islam antara ALLAH dan umat-NYA, maka itu benar adanya. Bahkan jika perantara seperti ini diingkari, maka seseorang bisa kafir. Harus ada penyampai risalah antara hamba dan ALLAH melalui utusan dari malaikat dan melalui utusan dari manusia yaitu para Rasul. Siapa saja yang mengingkarinya, maka ia kafir. Oleh karena itu, jika ada yang mengatakan bahwa kita tidak buth perantara dalam risalah dan bisa mendapatkanya dari ALLAH secara langsung tanpa melalui perantara tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka mengambil ilmu dari ALLAH secara langsung tanpa melalui perantara Rasul, maka yang seperti ini merupakan kesyirikan berdasarkan ijma’ (kata sepakat) ulama.
2.      Perantara antara hamba dan ALLAH yang membuat seseorang meminta doa kepadanya, meminta syafaat kepadanya, dan bertawakal kepadanya. Perantara semacam ini jika ada yang menetapkannya, berarti ia telah berbuat kesyirikan secara ijma’. Karena perlu dipahami bahwasanya tidak ada perantara antara diri kita dan ALLAH dalam hal ibadah. Bahkan kita harus beribadah dan berdoa pada ALLAH secara langsung tanpa melalui perantara. Syafaat itu diminta kepada ALLAH tanpa melalui perantara. Kemudian kita pun bertawakal kepada ALLAH Ta’ala tanpa perantara. Karena ALLAH berfirman yang artinya, “Berdoalah kepada-KU, niscaya akan kuperkenankan bagimu”. (QS. Ghafir: 60).
            Siapa yang menetapkan butuhnya perantara dalam doa, maka ia telah berbuat kesyirikan. Karena pada saat itu, ia telah menjadikan antara dirinya dan ALLAH perantara sehingga dipalingkanlah ibadah pada selain ALLAH untuk tujuan taqorrub (mendekatkan diri) padanya. Hal ini serupa dengan perrkataan orang musyrik, “Dan mereka menyembah selain ALLAH apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan, dan mereka brrkata; “mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami disisi ALLAH”. (QS. Yunus: 18). Di sini menjadikan selain ALLAH perantara dalam meminta syafaat dinamakan ibadah.
            “Katakanlah: Apakah kamu mengabarkan kepada ALLAH apa yang diketahui-NYA baik di langit dan tidak pula dibumi?” maha suci ALLAH dan Maha Tinggi dan apa yang mereka persekutuan itu”. (QS. Yunus: 18). Seperti  ini disebut syirik dan ALLAH berlepas diri darinya. Inilah kondisi nyata yang terdapat pada pengagung kubur saat ini. Mereka menjadikan para wali dan orang sholih sebagai perantara menuju ALLAH. Ketika mereka melakukan sembelihan yang ditujukan untuk orang sholih di sisi kubur mereka, melakukan nadzar yang ditujukan pada mereka dan beristighotsah (meminta dihilangkan musibah) pada mereka, dan berdoa meminta kepada mereka. Jika kita membantah mereka bahwasanya ini syirik, mereka malah menyangkal sembari menjawab, “Ini hanyalah perantara antara diri kami dengan ALLAH”. Mereka akan menjawab, “Kami tidak menyakini mereka adalah pencipta, pemberi rizki dan pengatur alam semesta selain ALLAH. Kami Cuma menjadikan mereka sebagai perantara antara diri kami dengan ALLAH. Nanti merekalah yang menyampaikan hajat-hajat kami pada ALLAH”. Lalu mereka melakukan penyembelihan, mengangung-agungkan, melakukan nadzar pada mereka orang sholih dengan alasan bahwa mereka orang sholih adalah perantara antara diri mereka dengan ALLAH. Inilah sebenarnya syirik yang terjadi di masa silam sebagaimH berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang mengambil wali (pelindung) selain ALLAH berkata: “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada ALLAH dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya ALLAH akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya ALLAH tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat kufur”. (QS. Az-Zumar: 3). Perbuatan yang mereka lakukan dengan menjadikan selain ALLAH sebagai perantara disebut dusta dan kufur.At-Tauhid: Menjadikan Selain ALLAH Perantara Doa




Menjadikan Selain ALLAH Sebagai Perantara dan Hanya Sebagai Sebab

            Jika tidak terjadi adalah menjadikan selain ALLAH sebagai perantara hanya sebagai sebab saja, namun mereka tidak berdoa kepadanya, tidak menyembelih untuknya, tidak pula bernadzar kepadanya. Mereka pun menyakini bahwa ibadah hanya untuk ALLAH, kita tidak boleh beribadah kecuali kepada ALLAH. Namun perantara tersebut hanya dijadikan sebab untuk mendekatkan diri pada ALLAH menurut sangkaan mereka. Lantas mereka meminta kepada ALLAH melalui kedudukan selain ALLAH tadi dan meminta melalui haknya, amalan semacam ini dinilai menyelisihi tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam dan wasilah (perantara) menuju syirik. Karena ALLAH tidaklah memerintahkan kita untuk menjadikan perantara dalam  doa dan meminta syafaat. Dan seperti ini bukanlah sebab terkabulnya doa. Karena menjadikan antara dirina dan ALLAH perantara melalui orang sholih atau seorang Nabi, maka itu adalah perrkataan tanpa dalil. Kita diperintahkan untuk berdoa pada ALLAH, namun kita tidak diperintahkan untuk mencari perantara.
            Harap diperhatikan antara dua hal:
1.      Siapa yang mengambil perantara dan beribadah padanya yaitu dengan melakukan penyembelihan, nadzar, dan bertaqorrub padanya. Yang pertama ini jelas syirik.
2.      Siapa yang mengambil perantara namun tidak beribadah padanya, hanya menjadikannya sebagai perantara agar tersampainya hajat-hajatnya dan ia meminta melalui kedudukan dan kebaikannya di sisi ALLAH. Yang kedua ini termasuk bid’ah. Karena melakukan perkara baru semacam ini tidak diizinkan oleh ALLAH. Dan bentuk kedua ini termasuk wasilah (perantara) menuju syirik.
            Namun orang musyrik saat ini bukanlah hanya menjadikan selain ALLAH sebagai perantara dalam beribadah kepada ALLAH dan itu dinilai sebagai sebab. Umumnya mereka beribadah kepadanya dengan melakukan nadzar dan melakukan sembelihan untuknya. Inilah yang dilakukan para pengagum kubur saat ini. Sampai-sampai pada waktu tertentu, mereka melakukan ziarah sebagaimana haji ke kubur tersebut. mereka beri’tikaf di sisinya dan ada pula yang melakukan penyembelihan di sisi kubur. Mereka melakukan peribadahan ini semua untuk mendekatkan diri mereka kepada ALLAH.
Ya ALLAH, selamatkanlah kami dari kesyirikan dan jadikanlah kami sebagai hamba-hamba-MU yang bertauhid. Aamin.

Sejenak Merenung Masa Depan

            Ibnu Mas’ud berkata, “Tidak ada waktu bagi seorang mukmin untuk beristirahat kecuali apabila dia telah berjumpa dengan ALLAH”. (Lihat Aina Nahnu min Ha’ulaa’I, hal 15). Dikatakan kepada Al-Hasan al Bashri, “Wahai Abu Sa’id, apa yang harus kami lakukan? Kami berteman dengan orang-orang yang selalu menakut-nakuti kami sampai-sampai hati kami terbang melayang”. Maka beliau menjawab, “Demi ALLAH, sesungguhnya jika kamu bergaul dengan orang-orang yang selalu menakut-nakuti kamu sampai akhirnya kamu benar merasa keamanan; lebih baik daripada berteman dengan orang-orang yang selalu membuatmu merasa aman sampai akhirnya justru menyeretmu ke dalam keadaan yang menakutkan”. (Lihat Aina Nahnu min Ha’ulaa’I, hal 16)
            Tsabit al-Bunani berkata, “Beruntunglah orang yang mengingat saat datangnya kematian. Sebab tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat kematian kecuali akan tampak pengaruh baik hal itu bagi amalnya”. (lihat Aina Nahnu min Ha’ulaa’I, hal 23-24).
            Ibnu Abdi Rabbihi berkata kepada Mak-hul, “Apakah kamu mencintai surga?”. Maka beliau menjawab, “Siapa sih yang tidak mencintai surga”. Ibnu Abdi Rabbihi pun berkata, “Kalau bagitu cintailah kematian, karena kamu tidak akan melihat surge kecuali apabila kamu telah mengalami kematian”. (lihat Aina Nahnu min Ha’ulaa’I, hal 41).
            Suatu hari, Hasan al-Bashri bertanya kepada ibunya, “Wahai ibunda, apakah engkau senang apabila berjumpa dengan ALLAH Ta’ala?”. Maka dia menjawab, “Tidak, sebab aku telah berbuat durhaka kepada-NYA”. (lihat Aina Nahnu min Ha’ulaa’I, hal 44)
            Abud Darda berkata, “Apabila disebutkan mengenai orang-orang yang sudah mati, maka anggaplah dirimu termasuk salah seorang diantara mereka”.(lihat Aina Nahnu min Ha’ulaa’I hal 68)
            Al-FFudhail bin Iyadh berkata, “Masuk ke dunia ini adalah perkara yang ringan. Akan tetapi keluar darinya dengan sukses adalah perkara yang berat”. (lihat Aina Nahnu min Ha’ulaa’I, hal 94).At-Tauhid: Menjadikan Selain ALLAH Perantara Doa

No comments:

Post a Comment