Friday, June 21, 2013

At-Tauhid: Luasnya Makna Ibadah



Luasnya Makna Ibadah

            ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat:56)
Jangan Terlalu Sempit Memahami Ibadah
            Sebagian orang bertanya dengan maksud meragukan penjelasan ayat diatas. Apa benar kita diciptakan untuk beribadah saja? Lalu apa kita harus sholat terus sepanjang hidup kita? Atau bersujud terus melewati hari-hari kita? ALLAh Ta’ala tidak mungkin salah dalam berfirman. Begitu juga dengan penjelasan para ulama tentang ayat diatas bukanlah suatu penjelasan yang keliru. Hal yang harus diluruskan adalah pandangan dan pemahaman kita dalam memaknai kata “Ibadah”. Ibadah bukan hanya sholat, zakat, puasa dan haji semata.
            Ibnu Taimiyah mendefinisikan makna ibadah dengan definisi yang sangat bagus. Kata beliau, ibadah adalah segala perkara yang dicintai oleh ALLAH Ta’ala, baik berupa perkataan ataupun perbuatan, yang nampak atupun yang tidak nampak. (liihat Al-Ubudiyah, Ibnu Taimiyah).
Bekali diri dengan Ilmu
            Bagaimana cara mengetahui bahwa perkara ini dicintai ALLAH Ta’ala atau tidak? Bagaimana membedakan bahwa perkara itu mendatangkan keridhaan-NYA atau justru mengundang murka-NYA? Inilah hikmah mengapa Rasulullah dengan tegas memerintahkan umatnya untuk belajar, mencari ilmu, mempelajari tentang agamanya. Rasulullah bersabda, “Menuntut ilmu agama adalah perkara yang wajib bagi setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah, shahih).
            Tujuan utamanya adalah agar seorang hamba bias mengetahui mana perkara-perkara yang dicintai oleh ALLAH Ta’ala yang kemudian bisa dia amalkan, dan dia bisa mengetahui mana perkara yang dimurkai oleh ALLAH yang kemudian dia bisa meninggalkanya. (lihat Tssmaratul Ilmi Al-Amal, Syaikh Abdurrozzaq Al Badr).
Kaidah Dalam Mendefinisikan Ibadah
            Hukum suatu perbuatan di dalam agama islam ada lima, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Secara asalnya, ibadah dalam agama islam hanya dengan dua bentuk pengamalan saja, yaitu:
1.      Mengerjakan perkara yang wajib atau mengerjakan perrkara yang sunnah, contohnya adalah seseorang mengerjakan sholat baik yang sholat wajib atau sunnah, berpuasa baik puasa yang wajib atau sunnah, dll.
2.      Meninggalkan perkara yang haram atau meninggalkan perkara yang makruh, contohnya adlah seseorang meninggalkan kesyirikan, menjauhi perbuatan zina, menjauhi minum khamnr
            Adapun semata-mata perkar mubah pada dasarnya tidak bisa dijadikan sebagi ibadah. Perkara yang sifatnya mubah hukumnya relative, mengikuti niat dan tujuan dari pelakunya.
1.      Apabila dia niatkan untuk membantu mengerjakan perkara wajib/sunnah atau membantu meninggalkan perkara makruh/haram maka perkara mubah tersebut akan berpahala dan dinilai sebagai sebuah ibadah.
2.      Apabila dia niatkan perkara mubah tersebut untuk membantu mengerjakan perkara haram atau membantu meninggalkan perkara wajib maka pelaku perkara mubah tersebut akan berhak mendapatkan dosa.
3.      Apabila ketika mengerjakan perbuatan mubah seseorang tidak memiliki tujuan dan maksud apapun, melainkan hanya sebatas perbuatan mubah itu saja dan tidak ada tujuan dan maksud lainnya, maka pelaku perbuatan mubah tersebut tidak berhak mendapatkan pahala dan tidak pula mendapatkan dosa. (penjelasan Syaikh Abdul Aziz Ar Rays Hafizhahullah dalam rekaman kajian Al Muqaddimat Fii Dirasatit Tauhid).
            Hal ini akan lebih jelas jika disertai dengan contoh, misalnya adalah perbuatan makan. Makan adalah  perkara yang mubah. Seseorang tatkala makan, jika dia berniat mengamalkan perintah ALLAH Ta’ala dalam firman-NYA yang artinya, “Dan makanlah dan minumlah kalian”. (QS. Al-A’raf:31). Dan dia berrniat agar badannya sehat dan kuat untuk bisa mengerjakan sholat, puasa dan ibadah-ibadah lainnya, maka perbuatan maknanya tadi bernilai ibadah.
            Sedangkan orang yang makan yang berniat untuk bisa memiliki badan yang kuat dan kemudian bisa memukuli orang-orang di sekitarnya dengan kekuatannya, atau bisa kuat mencuri, atau bisa berzina maka perbuatan mkannya tadi dihitung sebagai dosa.
            Adapun orang yang makan berniat sebatas kebiasaan dan hanya untuk mengobati rasa laparnya semata, maka yang dia dapatkan adalah apa yang dia inginkan tersebut, yaitu rasa kenyang (tidak mendapatkan dosa dan tidak pula pahala). (Syarah Arba’in Nawawiyah Syaikh Ibnu Utsaimin dengan sedikit penambahan).
Ibadah: Aktifitas Yang Harus Benar Niat Dan Tata Caranya
            Ibadah adalah perpaduan benarnya amalan dzahir dan benarnya amalan bathin. Amalan dzahir yang benar adalah amalan yang sesuai dengan tuntunan. Rasulullah. Amalan bathin yang benar adalah ikhlas semata-mata ibadah terrsebut untuk ALLAH Ta’ala dan mengharapkan pahala dari ALLAH Ta’ala.
            Perkara niat merupakan perkara yang teramat penting untuk dibahas. Inilah rahasia mengapa Islam sangat perhatian terhadap pembahasan niat, diatas pembahasan tentang perkara agama yang lainnya. Niat ada di dalam hati, tidak nampak secara dzahir, namun meskipun tidak nampak, niat sangat menentukan balasan yang akan diterima.
            Rasulullah bersabda, “Setiap amalan manusia tergantung dengan niatnya, dan setiap manusia akan mendapatkan balasan dari ALLAh sesuai dengan apa yang dia niatkan…”. (Muttafaqun alaihi)
            Ibdah itu luas, namun tetap perlu di tegaskan bahwa tata cara ibadah yang pokok yang bersifat ritual tidak boleh sembarangan, meskipun niatnya baik dan benar. Ternyata niat yang baik saja tidaklah cukup, harus disertai dengan amalan yang benar, yaitu sesuai dengan petunjuk ALLAH dan Rasulullah, harus  ada dalilnya dari Al-Quran atau dari hadis Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang beramal ibadah dengan amalan yang tidak ada petunjuknya dai kami, maka amalan tersebut akan tertolak (tidak diterima sebagai ibadah)”. (HR. Muslim)
Contoh Ibadah pokok yang tidak boleh sembarangan: Berzikir
            Ketika seseorang mau berpergian, ia terbiasa membaca surat Al-Fathiah sebanyak 3 kali. Berzikir pada dasarnya adalah sesuatu yang disyari’atkan. Akan tetapi, menentukan bacaan tertentu seperti diatas, yakni membaca surat Al-Fatihah 3 kali setiap akan berpergian, membutuhkan dalil khusus dan tidak boleh sembarangan. Tidak boleh pula beralasan “yang penting niatnya baik”. Karena ibadah pokok yang bersifat ritual harus sesuai dengan apa yang ALLAh dan Rasul-NYA ajarkan.
Contoh perbuatan bernilai ibadah: Naik Kendaraan
            ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada ALLAH, taatlah kalian kepada Rasul, dan kepada Ulil Amri (pemerintah) kalian”. (QS. An-Nisaa: 59).
            Salah satu perintah ALLAH Ta’ala dalam ayat diatas adalah perintah kepada para hamba-NYA untuk taat kepada peraturan pemerintah. Missal: seorang pengendara motor mentaati segala bentuk peraturan lalu lintas (misalnya dengan mengenakan helm, membawa SIM lengkap dengan STNKnya dan mentaati rambu dan lampu lalu lintas dan lain-lain) dengan niat tulus mengamalkan firman ALLAH Ta’ala terrsebut, yaitu mentaati peraturan pemerintah, maka ini akan dinilai oleh ALLAH Ta’ala sebagai amalan ibadah dan upaya pendekatan diri kepada ALLAH Ta’ala.
Contoh: Menyingkirkan Gangguan di Jalan
            Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya iman terdiri dari tujuh puluh sekian cabang, cabang tertinggi adalah perkataan Laa Ilaha Illallahu, dan cabang terendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan “. (HR. Muslim)
            Salah satu perintah islam kepada kaum muslin adalah perintah untuk menyingkirkan gangguan dari jalan, boleh jadi berupa duri, atau kulit pisang atau sampah atau gangguan lainnya. Seseorang yang menyingkirkan gangguan dari jalan dengan niat tulus ikhlas mengamalkan sabda Rasulullah tersebut, dengan maksud agar tidak ada kaum muslimin yang terganggu atau mengalami kecelakaan, maka perbuatannya tersebut berrnilai ibadah kepada ALLAH Ta’ala dan ALLAH menjanjikan pahala baginya.
            Semoga ALLAH Ta’ala berkenan menganugerahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat, sehingga kita bisa memahami mana saja perkara ibadah yang ALLAH cintai, dan yang lebih penting lagi adalah agar kita bisa mengamalkannya di kehidupan kita sehari-hari, sehingga kita bisa menjadikan seluruh hidup kita ini bernilai ibadah disisi ALLAH Ta’ala.



No comments:

Post a Comment