Tuesday, June 25, 2013

At-Tauhid: Akhlak Dalam Bertetangga



Akhlak Dalam Bertetangga

            Islam adalah agama rahmah yang penuh kasih saying. Dan hidup rukun dalam bertetangga adalah moral yang sangat ditekankan dalam islam. Jika umat islam memberikan perhatian dan menjalankan poin penting ini, niscaya akan tercipta kehidupan masyarakat yang tentram, aman dan nyaman.
Batasan Tetangga
            Siapakah yang tergolong tetangga? Apakah batasanya? Karena besarnya hak tetangga bagi muslim dan adanya hukum-hukum yang terkait dengannya, para ulama pun membahas mengenai batasan tetangga. Para ulama khilaf dalam banyak pendapat mengenai hal inni. Sebagian mereka mengatakan tetangga dalah orang-orang yang shalat subuh bersamamu; sebagian lagi mengatakan 40 rumah dari setiap sisi, sebagian lagi mengatakan 40 rumah disekitarmu, 10 rumah dari setiap sisi dan beberapa pendapat lainnya (lihat Fathul Baari, 10/367).
            Namun pendapat-pendapat tersebut dibangun atas riwayat-riwayat yang lemah. Oleh karena itu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata: “Semua riwayat dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang berbicara mengenai batasan tetangga adalah lemah tidak ada yang shahih. Maka zhahirnya, pembatasan yang benar adalah sesuai “Urf” (adat kebiasaan di suatu tempat) (Silsilah Ahadis Dha’ifah, 1/446). Sebagaimana kaidah Fiqhiyyah yang berbunyi “al urfu haddu maa lam yuhaddidu bihi asy syar’u (adat kebiasaan adalah pembatasan bagi hal-hal yang tidak dibatasi oleh syariat) sehingga yang tergolong tetangga bagi kita adalah setiap oran yang menurut adat kebiasaan setempat dianggap sebagai tetangga kita.At-Tauhid: Akhlak Dalam Bertetangga
Kedudukan Tetangga Bagi Seorang Muslim
            Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia. Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan. Rasulullah bersabda; “Barangsiapa yang beriman kepada ALLAH dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
            Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah ditekankan, sebagaimna Rasulullah bersabda: “Jibril senantiasa menasehatmu tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”. (HR. Bukhari dan Muslim).
            Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Bukan berarti dalam haddis ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena Jibril tidak memiliki hak dalam hal ini. Namun maknanya adalah beliau sampai mengira bahwa akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris. Ini menunjukkan betapa ditekankannya wasiat Jibril tersebut kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam “. (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/177).
Anjuran Berbuat Baik Kepada Tetangga
            Karena demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim, islam pun memerintahkan umatnya untuk berbuat baik terhadap tetangga. ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya: “Sembahlah ALLAH dan janganlah kamu mempersekutukan-NYA dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya ALLAH tidak menykai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An Nisaa; 36).
            Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih dekat tempatnya lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempereratkan hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah, dengan sedekah, dakwah, lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan (Tafsir As sa’di, 1/177).
            Rasulullah juga bersabda: “Sahabat yang paling baik di sisi ALLAH adalah yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi ALLAH adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya”. (HR. At Tirmidzi, Abu Daud, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103).
            Maka jelas sekali bahwa berbuat baik kepada tetangga adalh akhlak yang sangat mulia dan sangat ditekankan penerapannya, karena diperintahkan oleh ALLAH dan Rasul-NYA.
Ancaman Atas Sikap Buruk Kepada Tetangga
            Disamping anjuran, syariat islam juga mengabarkan kepada kita ancaman terhadap orang yang enggan dan lalai dalam berbuat baik terrhadap tetangga. Bahkan Rasulullah menafikan keimanan dari orang yang lisannya kerap menyakiti tetangga. Beliau bersabda: “Demi ALLAH, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: “siapa itu wahai Rasulullah?” beliau pun menjawab: “orang yang tetangganya tidak aman dari bawa’iqnya (kejahatannya)”. (HR. Bukhari, Muslim).
            SyaikhIbnu Utsaimin menjelaskan: “Bawa’iq maksudnya culas, khianat, zalim dan jahat. Barang siapa yang tetangganya tidak nyaman dari sifat itu, maka ia bukanlah seorang mukmin. Jika itu juga dilakukan dalam perbuatan, maka lebih parah lagi. Hadis ini juga adal dalil larangan menjahati tetangga, baik dengan perkataan atau perbuatan. Dalam bentuk perkataan, yaitu tetangga mendengar hal-hal yang membuatnya terganggu dan resah”. Beliau juga berkata: “Jadi haram hukumnya mengganggu tetangga dengan segala bentuk gangguan. Jika seseorang melakukannya, maka ia bukan seorang mukmin, dalam artian ia tidak memiliki sifat sebagaimana sifat orang mukmin dalam masalah ini”. (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/178).
            Bahkan mengganggu tetangga termasuk dosa besar karena pelakunya diancam dengan neraka. Ada seorang sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, si fulan sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya pernah menyakiti tetangganya”. Rasulullah bersabda: “Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka”. (HR. Al-Hakim dalam Al MUstadrak, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad). Sebagaimana Imam Adz Dzahabi memasukan poin mengganggu tetangga dalam kitabnya Al Kaba’ir (dosa-dosa besar). Al Mula Ali Qari menjelaskan mengapa wanita tersebut dikatakan masuk neraka: “Disebabkan ia mengamalkan amalan sunnah yang boleh ditinggalkan, namun ia malah memberikan ganggua yang hukumnya haram dalam islam”. (Miraqatul Mafatih, 8/3126).
Bentuk-Bentuk Perbuatan Baik Kepada Tetangga
            Semua bentuk akhlak yang baik adalah sikap yang selayaknya diberikan kepada tetangga kita. Diantaranya adalah bersedekah kepada tetangga jika memang membutuhkan. Bahkan anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat ditekankan oleh Rasulullah: “Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedangkan tetangga sebelahnya kelaparan”.(HR Al Baihaqi).
            Beliau juga bersabda: “Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara baik”. (HR. Muslim)
            Dan juga segala bentuk akhlak baik yang lainnya, seperti member salam, menjenguknya ketika sakit, membantunya ketika kesulitan, berkata lemah lembut, bermuka cerah didepannya menasehatinya dalam kebenaran dan sebagianya.
Jika Bertetangga Dengan Non-Muslim
            Dalam firman ALLAH Ta’ala pada surat An Nisa ayat 36 diatas, tentang anjuran berbuat baik pada tetangga, disebutkan dua jenis tetangga. Yaitu al jaar dzul qurbaa (Tetangga dekat) dan al jaar al junub (tetangga jauh). Ibnu Katsir menjelaskan tafsir dua jenis tetangga ini: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan kekerabatan dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan”. Beliau juga menjelaskan: “Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al Bikali bahwa al jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah yahudi dan nasrani”. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/298).
            Anjuran berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap orang yang disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Ketika menjelaskan hadis, “Jibril senantiasa menasehatku tetangga tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”. Al Aini menuturkan “kata al jaar (tetangga) di sini mencakup muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang yang member manfaat, orang yang suka mengganggu, karib kerabat, ajnabi, baik yang dekat maupun jauh rumahnya”. (Umdatul Qaari, 22/108)
            Oleh karne itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:
1.      Tetanga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan dan hak sesame muslim.
2.      Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak yaitu: hak tetangga dan hak sesame muslim
3.      Tetangga non muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak yaitu hak tetangga.
            Dengan demikian berbuat baik kepada tetangga ada tingkatannya. Semakin besar haknya, semakin besar tuntutan agama terhadap kita untuk berrbuat baik kepadanya. Di sisi lain, walaupun tetangga kita non-muslim, ia tetap memiliki satu hak yaitu hak tetangga. Jika hak tersebut dilanggar, maka terjatuh pada perbuatan zalim dan dosa. Sehingga sebagai muslim kita dituntut juga berbuat baik pada tetangga non-muslim sebatas memenuhi haknya sebagi tetangga tanpa menunjukkan loyalitas kepadanya, agamanya dan kekufuran yang dia anut. Semoga dengan akhlak mulia yang kita tunjuk tersebut menjadi jalan hidayah baginya untuk memeluk agama islam.At-Tauhid: Akhlak Dalam Bertetangga


No comments:

Post a Comment