Tuesday, June 25, 2013

At-Tauhid: Ibarat Kebun Yang Kandas Sebelum Disabit



Ibarat Kebun Yang Kandas Sebelum Disabit
            Diantara metode Al-Quran dalam menyampaikan ajarannya adalah dengan menggunakan permisalan, karena permisalan itu akan lebih mendekatkan pemahaman dari selainnya. Diantara sekian banyak permisalan yang terdapat dalam Al_Quran adalah permisalan dan perumpamaan kehidupan dunia.
            ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya, “Perumpamaan kehidupan dunia itu hanyalah laksana air hujan Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai pula perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya tiba-tiba datanglah kepadanya azab  Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan tanam-tanamannya  laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada orang-orang berfikir”. (QS. Yunus; 24).
            Tentang permisalan ini, Syaikh Abdurrahman As Sa’di mengatakan, “Perumpamaan ini termasuk perumpamaan yang paling bagus. Permisalan ini sesuai dengan keadaan dunia. Karena sesungguhnya kelezatannya, syahwatnya, kedudukannya dan semacamnya membuat silau penghuninya meski hanya sesat. Maka apabila telah lengkap dan sempurna (keindahannya), seketika lenyap, atau pemiliknya yang hilang darinya mati. Jadilah kedua tangannya kosong, dan hati dipenuhi rasa kesedihan, keresahan dan kerugian”. (Taisirul Karimirrahman, hal.339).At-Tauhid: Ibarat Kebun Yang Kandas Sebelum Disabit
           
Kehidupan dunia ini merupakan perhiasan indah yang menggoda mata orang yang memandangnya, menarik perhatian dan mengagumkan, menimbulkan hasrat keinginan untuk memilikinya dan membuat setiap orang di sekitarnya merasa mengusainya. Kehidupan dunia yang demikian ini ALLAH umpamakan dengan tanah yang dihujani air, kemudian tumbuh rerumputan dan pepohonan yang berwarna-warni yang menarik dipandang, menggiurkan, serta mendorong orang-orang di sekitarnya menguasainya secara penuh. Dari tumbuhan-tumbuhan itu ada yang dimakan manusia dan adapula yang dimakan hewan-hewan.
            Sampai ketika bumi itu di puncak keindahan dan keelokannya sehingga penduduknya mengira akan segera memtik dan menikmatinya, tiba-tiba ALLAH membalikkan keadaan dengan datangnya petir atau angin dingin yang kencang sehingga membuat kering daun-daunnya dan merusak buah-buahannya. Oleh karena itu ALLAH berfirman, “Tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu kami jadikan tanam-tanamannya laksana tanam-tanamannya yang sudah disabit”. Yaitu kering setelah sebelimnya hijau dan elok dipandang, seakan-akan sebelumnya tidak bagus atau sebagaimana kata Qatadah, seakan-akan belum pernah menyenangkan.
            Demikianlah perkara-perkara setelah lenyapnya, seakan-akan tidak pernah ada. Anas bin Malik meriwayatkan Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Didatangkan di hari kiamat orang yang paling menikmati dunia, dari kalangan penduduk neraka, lalu dicelupkan ke dalam neraka dengan satu celupan. Ditanyakan kepadanya, “Hai anak adam, apakah kamu melihat kebaikan sedikit saja? Apakah kamu merasakan kenikmatan sekecil apapun? Ia menjawab, “Tidak, demi ALLAH, wahai Rabb-ku dan ditangkan orang yang paling merasakan kepedihan ketika di dunia, dari kesenangan (surga). Ditanyakan kepadanya, “Apakah anda merasakan kesusahan sedikit pun? Dan apakah anda merrasakan kesulitan sekecil apapun? Ia menjawab, “Tidak, demi ALLAH, wahai Rabb-ku. Sedikit pun aku tidak merasa kesulitan, tidak pula kesusahan sekecil apapun”. (HR. Muslim dan Ahmad).
            ALLAH berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat 37 yang menceritakan orang-orang yang binasa yang artinya, “Lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka”. (Tafsir Ibnu Katsir, 7; 351).
            Permisalan yang serupa juga dijumpai dalam surat Al- Kahfi ayat ke-45 yang artinya: “Dan berilah perumpamaan kepada mereka manusia, kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari Langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan ALLAH Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
            Perrmisalan semacam ini hanya akan dapat dipahami oleh orang berakal yang menggunakan akalnya untuk berfikir atau sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh As Sa’id dalam tafsirny, orang-orang yang menggunakan akal mereka yang bermanfaat bagi mereka. Adapun orang lalai yang berpaling, maka ayat-ayat itu tidak bermanfaat bagi mereka, tidak pula penjelasan itu melenyapkan keraguan mereka. Oleh karena itu, Dia berfirman yang artinya, “Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami Kepada orang-orang berfikir”.
            Begitulah dunia. ALLAH sendiri dalam AL-Quran menyebutkan kesenangan dunia dengan zahrah yang berarti bunga sebagaimana dalam surat Thaha; 131. Bunga itu indah dan menyenangkan bagi siapa saja yang memandangnya sehingga membuatnya berhasrat untuk memetiknya. Ketika bunga tersebut benar-benar dipetik, tidak lam lagi akan segera layu dan tidak lagi elok dipandang. Namun jika sebentar saja ia mau bersabar menunggunya sampai menjadi buah, tentu ia akan mendapatkan kenikmatan yang lebih. Oleh karena itu kaidah fiqih mengatakan, Siapa yang terburu-buru dengan sesuatu sebelum waktunya, maka ia dihukum dengan diharamkan baginya sesuatu terseut”. (Al Fawaid Al Janiyyah dan Al Qawa’id wal Ushul Ta’liq AL-Utsaimin)
            Perhatikan ayat berikut yang artinya, “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”. (QS.hud; 15). Kemudian ALLAH jelaskan dengan firman-NYA yang artinya, “Siapa menghendaki kehidupan sekarang dunia, maka Kami segerakan baginya yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha kea rah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik”. (QS Al Isra: 18-19)
            Diantara pelajaran dari ayat yang mulia diatas adalah hendaknya seorang muslim menyikapi dunia ini seperti ia menyikapi bunga yang dipandangnya. Jangan terburu-buru menikmatinya sehingga ia terjerumus kepada kebinasaan yang abadi.
            Maka hendaknya setiap muslim selalu membekali dirinya dengan pertanyaan dan jawabannya: “Kenapa aku diciptakan?” tentu jawabannya adalah firman ALLAH Ta’ala yang artinya, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-KU”. (QS. Adz Dzariyat; 56)
            Jika seseorang sudah mengetahui untuk apa ia diciptakan dan tujuan hidupnya, ia akan membatasi jalan hidup yang hendak ia tempuh dan memilih arah tepat ia jalani. (Dikutip dari Limadza Khuliqt, dengan penyesuaian). Janga sampai seseorang hidup sebagaimana hidupnya hewan dan inilah hidupnya orang kafir. ALLAH berfirman yang artinya, “Dan orang-orang kafir bersenang-senang di dunia dan mereka seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka”. (QS. Muhammad ; 16).
            Dengan demikian hendaknya seorang mukmin jangan tertipu dengan cara hidup orang kafir. “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah jahannam, dan jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya”. (QS. Ali Imran; 196-197).
            Manusia di dunia bagai musafir dan pelawat untuk mencari bekal sebanyak mungkin untuk membangun rumahnya di kampong halamannya, yaitu negeri akhirat. Bukankah negeri asal orangtua mereka adalah surge? Maka bisa dibenarkan ungkapan, “Cinta negeri bagian dari iman”, jika yang dimaksud negeri adalah negeri akhirat.
            Cukup dunia itu dijadikan bagaikan lading untuk menanam amal shalih supaya bisa dipanen di akhirat. Alangkah indahnya syair yang dibawakan Imam An Nawawi dalam muqaddimah kitabnya, Riyadhush Shalihin.
Sesungguhnya ALLAH memiliki hamba-hamba yang cerdik, Mereka menceraikan dunia dan takut akan fitnah bencana, mereka memperhatikan perkara dunia, sampai ketika mereka mengetahui, Dunia bukanlah tanah air abadi untuk hidup, Mereka menganggap dunia ini bagaikan samudera, Dan mereka menjadikan amal-amal shalih sebagai bahtera untuk mengarunginya.
            Terakhir, berikut adalah seruan ALLAH Azza wa Jalla kepada orang-orang yang mengaku dirinya beriman yang sepantasnya direnungkan yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada ALLAH dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada ALLAH, sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Hasyr; 18)
            “Dia mengatakan; alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan amal shaleh untuk hidupku ini. Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-NYA, dan tidak ada seorang yang mengikat seperti ikatan-NYA”. (QS Al Fajr; 24-25)At-Tauhid: Ibarat Kebun Yang Kandas Sebelum Disabit
Wallahu a’lam. Wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammadin wa ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil alamin

No comments:

Post a Comment