Tuesday, August 6, 2013

At-Tauhid: Hadis Lemah Dan Palsu Seputar Bulan Ramadhan



Hadis Lemah Dan Palsu Seputar Bulan Ramadhan

            Islam adalah agama yang ilmiah. Setiap amalan, atau ajaran yang disandarkan kepada islam harus memiliki dasar Al-quran dan hadis Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang otentik. Dengan ini, islam tidak member celah kepada orang-orang yang beritikad buruk untuk menyusupkan pemikiran-pemikiran atau ajaran lain ke dalam ajaran Islam.

            Oleh karena itu, penting sekali bagi umat muslim untuk memilah hadis-hadis, antara yang shahih dan yang dhaif (terdapat kecacatan sehingga dikhawatirkan bukan berasal dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, agar diketahui amalan mana yang seharusnya diamalkan karena memang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam serta amalan mana yang tidak perlu dihiraukan karena tidak pernah diajarkan oleh beliau.
            Jika seandainya semua hadis shahih maupun dhaif layak untuk diamalkan dan diyakini berasal dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu apakah tujuannya para ahli hadis telah menghabiskan hidup mereka untuk meneliti kesahihan hadis Rasulullah, lalu apa pula artinya Abdullah bin Mubarak mengatakan perkataan yang terkenal sebagaimana yang dinukil oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya; “Sanad adalah bagian dari agama. Jika tidak ada sanad maka orang akan berkata seemaunya”. (lihat dalam Muqaddimah shahih muslim, Juz 1, halaman 12).
            Sanad adalah rangkain perawi yang menghubungkan kepada teks hadis. Dengan adanya sanad, suatu perkataan tentang ajaran islam dapat ditelusuri asal-muasalnya. Berkaiatan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, akan kami sampaikan beberapa hadis lemah dan palsu mengenai puasa yang banyak tersebar di masyarakat. Untuk memudahkan pembaca, kami tidak hanya akan menyebutkan kesimpulan para pakar hadis yang menelitinya sisi kelemahan hadis, dapat merujuk pada kitab para ulama yang bersangkutan.
Hadis Pertama
            “Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar”. Para sahabat bertanya; “apakah jihad yang besar itu?” beliau bersabda; “Jihadnya hati melawan hawa nafsu”.
            Menurut Al Hafidz Al Iraqi dalam takhrijul Ihya (2/6) hadis ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Az Zuhd. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Takhrijul kasyaf (4/14) juga mengatakan hadis ini diriwayatkan oleh An Nasa’I dalam Al Kuna.
            Hadis ini adalah hadis palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam di Majmu Fatawa (11/197), juga oleh Al Mulia Ali Al Qari dalam Al Asrar Al Marfu’ah (211). Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (2460) mengatakan hadis ini Munkar.
            Hadis ini sering dibawakan para penceramah dan dikaitkan dengan ramadhan, yaitu untuk mengatakan bahwa jihad melawan hawa nafsu di bulan ramadhan lebih utama dai jihad berperang di jalan ALLAH SWT. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Hadis ini tidak ada aslanya. Tidak ada seorang pun ulama hadis yang beranggapan seperti ini, baik dari perkataan maupun perbuatan Nabi. Selain itu jihad melawan orang kafir adalah amal yang paling mulia. Bahkan jihad yang tidak wajib pun merupakan amalan sunnah yang paling dianjurkan”. (Majmu’ Fatawa, 11/197)”. Artinya, makna dari hadis palsu ini pun tidak benar karena jihad berperang di jalan ALLAH SWT adalah amalan yang paling mulia. Selain itu, orang yang terjun berperang di jalan ALLAH tentunya telah berhasil mengalahkan hawa nafsunya untuk meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia sayangi.
Hadis Kedua
            “Berpuasalah, kalian akan sehat”. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takrijul ihya (3/108), oleh Ath Thabrani di Al Ausath (2/225), oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (3/227).
            Hadis ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takrijul ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadis ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at ash shaghani (51).
            Keterangan; jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna dari hadis dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Hadis Ketiga
            “Tidunya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipat gandakan pahalanya”. Hadis ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437). Hadis ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/130). Al Albani juga mendhaifkan hadis ini dalam Silsilah Adh Dhaifah (4696).
            Terdapat juga riwayat yang lain; “Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya”. Hadis ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadis ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di dalam Silsilah Adh Dhaifah (653).
            Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.
            Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernila ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.

Hadis Keempat
            “Biasanya rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika berbuka membaca doa; allahumma laka shumtu wa alaa rizqika afthartu fataqabbal mini, innaka antas samii’ul alim”. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), adz dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (289/1), Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710).
            Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341); “Hadis ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadis ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadis lemah dan munkar.
            Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar di masyarakat deng lafadz yang artinya; “Ya ALLAH, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang”.
            Hadis ini tidak terdapat di kitab hadis manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadis palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulia Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih; “Ada pun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan “wabika aamantu” sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.
            Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam hadis; “Biasanya rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika berbuka puasa membaca doa; Dzahabaz zhamaau wabtalatil uruqu wa tsabatal ajru insyaa ALLAH (Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan, Insya ALLAH).
            Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401) dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.

Hadis Kelima
            “Puasa ramadhan bergantung diantara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat mengangkatnya kecuali zakat fitri”. Hadis ini disebutkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/157) Al Albani mendhaifkan hadis ini dalam Dhaif At Targhib (664) dan Silsilah Ahadis Dhaifah (43).
            Yang benar, jika dari hadis inni terdapat orang yang menyakini bahwa puasa ramadhan tidak diterima jika belum membayar zakat fitri, keyakinan ini salah, karena hadisnya dhaif. Zakat fitri bukanlah syarat sah puasa ramadhan, namunjika seseorang meninggalkannya ia mendapat dosa tersendiri.
            Demikian sebagian hadis-hadis dhaif dan palsu seputar bulan ramadhan, semoga ALLAH member kita taufiq untuk senantiasa berpegang teguh pada ajarran islam yang sahih. Mudah-mudahan ALLAH SWT melimpahkan rahmat dan ampunanNYA kepada kita di bulan mulia ini. Semoga amal ibadah kita di bulan suci ini berbuah pahala di sisi Rabbuna Jalla wa’ala.At-Tauhid: Hadis Lemah Dan Palsu Seputar Ramadhan

No comments:

Post a Comment