Terkumpul Sifat Qana’ah di Pagi Hari
Jika
Tiga Nikmat ini Terkumpul pada Diri Anda di Pagi Hari
Dari Ubaidilah
bin Mihshan Al Anshary dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda,
“Barangsiapa diantara kalian mendapatkan rasa aman dirumahnya (pada diri,
keluarga, dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan
pokok pada hari itu dirumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada
dirinya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Hadis diatas menunjukkan bahwa tiga nikmat diatas jika
telah ada dalam diri seorang muslim, maka itu sudah jadi nikmat yang besar.
Siapa yang pagi hari mendapatkan tiga nikmat tersebut berarti ia telah memiliki
dunia seisinya. Lihat Rosysyul Barod Syarh Al Adab Al Mufrod, hal. 160.
Ajaran
Sifat Qana’ah
Hadis diatas dibawakan oleh Ibnu Majah dalam Bab
“Qana’ah”. Dimana rizki yang disebutkan dalam hadis tersebut dikatakan cukup
dan patut disyukuri. Inilah sifat qana’ah yang harus dimiliki oleh setiap
muslim. Pembahasan qana’ah dalam Ibnu Majah tersebut disebutkan pula hadis
Abdullah bin Amr bin Al Ash, Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda,
“Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang
cukup, qana’ah dengan rizki tersebut.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam bab yang sama pada Ibnu Majah disebutkan pula
hadis, “Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda, “Lihatlah pada orang yang berada dibawah kalian dan
janganlah perhatikan orang yang berada diatas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak
seperti itu sehingga engkau tidak meremahkan nikmat yang telah ALLAH
anugerahkan pada mu.” (HR. Ibnu Majah).
Disebutkan pula hadis Abu Hurairah, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Yang namanya kaya bukanlah
dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang
selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah). Ghina nafs
dalam hadis ini yang dimaksudkan adalah tidak pernah tamak pada segala hal yang
ada pada orang lain.
Dalam hadis diatas terdapat pelajaran dari Ibnu Baththol
dimana beliau berkata ketika menjelaskan hadis dalam Shahih Bukhari, “Yang
dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya orang yang telah dianugerahi oleh ALLAH
harta malah masih merasa tidak cukup. Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia
pun tidak ambil peduli dari manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang
fakir terhadap harta , tidak merasa cukup dengan harta. Sikapnya demikian
karena niat jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta. Padahal
hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang
sedikit yang ALLAH beri. Ia pun tidak begitu rakus untuk terus menambah.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Siapa yang terus ingin
menambah dan menambah alu tidak pernah merasa cukup atas apa yang ALLAH beri,
maka ia tidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140). Yang dimaksud
qana’ah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Bathtol, “RIdho dengan ketetapan ALLAH
Ta’ala dan berserah diri pada keputusan-NYA yaitu segala yang dari ALLAH itulah
yang terbaik.” Itulah qana’ah.
Namun
Tak Mengapa dengan Kaya Harta
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidak mengapa
seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih
baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah bagian dari nikmat.”(HR. Ibnu
Majah dan Ahmad).
Jadi tak mengapa kaya asal bertakwa. Yang namanya
bertakwa, selalu merasa cukup dengan kekayaan tersebut. ia tidak rakus dengan
terus menambah. Kalau pun menambah karena hartanya dikembangkan, ia pun merasa
cukup dengankarunia ALLAH yang ada. Dan yang namanya bertakwa berarti selalu
menunaikan kewajiban yang berkaitan dengan harta tersebut melalui zakat,
menempuh jalan yang benar dalam mencari harta dan menjauhi cara memperoleh
harta yang diharamkan Islam.
Ya ALLAH, anugerahkanlah kami sifat yang mulia ini. Moga
kami menjadi hamba yang qana’ah dan kaya hati, yaitu dianugerahkan hati yang
selalu merasa cukup.
Muslim
Nampak Miskin, Kafir Hidup Kaya
Mungkin pernah
terdetik didalam benak kita, kenapa kita yan seorang muslim, hidupnya jauh
lebih sengsara, ketimbang mereka yang hidup di dalam kekafiran. Padahal seorang
muslim hidup diatas ketaatan menyembah ALLAH ta’ala, sedangkan orang kafir
hidup diatas kekufuran kepada ALLAH.
Wahai saudaraku seiman, janganlah heran dengan fenomena
ini. Karena seorang sahbat Nabi yang mulia pun terheran sambil menangis. Beliau
adalah Umar bin Al Khattab radhiyallahu’anhu. Berikut kami nukilan kisah Umar
yang termuat dalam kitab Tafsir SUrat Yasin karya Syaikh Ibnu Utsimin rahimahullah.
Suatu hari Umar mendatangi rumah Nabi shallallahu alaihi
wasallam. Dan beliau sedang tidur diatas dipan yang terbuat dari serat,
sehingga terbentuklah bekas dipan tersebut di lambung beliau shallallahu alaihi
wasallam. Tatkala Umar melihat hai itu, maka ia pun menangis kemudian Nabi bertanya,
“Apa yang engkau tangisi wahai Umar?”
Umar menjawab, “Sesungguhnya bangsa Persia dan Roma
diberikan nikmat dengan nikmat dunia yang sangat banyak, sedangkan engkau dalam
keadaan seperti ini?” nabi pun berkata, “Wahai Umar, sesungguhnya mereka adalah
kaum yang ALLAH segerakan kenikmatan di kehidupan dunia mereka.” (HR.
Al-Bukhari).
Didalam hadis ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir
disegerakan nikmatnya oleh ALLAH di dunia, dan boleh jadi itu adalah istidraj
(agar ia semakin tenggelam dalam kekafirannya) dari ALLAH. Namun apabila mereka
mati kelak, sungguh adzab yang ALLAH berikan sangatlah pedih. Dan afzab itu
semakin bertambah tatkala mereka terus berada di dalam kedurhakaan kepada ALLAH
ta’ala.
Maka saudaraku, sungguh ALLAH telah memberikan kenikmatan
yang banyak kepada kita, dan kita lupa akan hal itu, kenikmatan itu adalah
kenikmatan Islam dan iman. Dimana hal ini yang membedakan kita semua dengan
orang kafir. Sungguh kenikmatan di dunia, tidaklah bernilai secuil pun
dibanding kenikmatan di akhirat.
Mari kita bandingkan antara dunia dan akhirat, dengan
membaca sabda Rasullullah shallallahu alaihi wasallam, “Demi ALLAH! Tidaklah
dunia itu dibandingkan dengan akhirat, kecuali seperti salah seorang dari
kalian yang mencelupkan jarinya ke lautann. Maka perhatikanlah jari tersebut
kembali membawa apa?” (HR. Muslim).
Lihatlah saudaraku, dunia itu jika dibandingkan dengan
akhirat hanya dimisalkan dengan seseorang yang mencelupkan jarinya ke lautan,
kemudian ia menarik jarinya. Perhatikanlah, apa yang ia dapatkan dari celupan
tersebut. jari yang begitu kecil dibandingkan dengan lautan yang luas, mungkin
hanya beberapa tetes saja.
Sebagai penutup tulisan ini, kami petikan kisah seorang
hakim dari Mesir, beliau adalah Al-Hafizh Ibnu Hajar. Suatu hari Ibnu Hajr
melewati seorang yahudi yang menjual minyak zaitun, yang berpakaian kotor, dan
Ibnu Hajr sedang menaiki kereta yang ditarik oleh kuda-kuda, yang dikawal oleh
para penjaga di sisi kanan dan di kiri kereta.
Kemudian yahudi tersebut menghentikan kereta beliau dan
berkata, “Sesungguhnya Nabi kalian telah bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR.
Muslim). Engkau adalah Hakim Agung Mesir. Engkau dengan rombongan pengawal
seperti ini, penuh dengan kenikmatan, sementara aku di dalam penderitaan dan
kesengsaraan.”
Ibnu Hajr rahimahullah menjawab, “Aku dengan nikmat dan
kemewahan yang aku rasakan ini dibandingkan dengan kenikmatan di Surga adalah
penjara. Ada pun engkau dengan kesengsaraan yang engkau rasakan, dibandingkan
dengan adzab yang engkau rasakan di Neraka adalah Surga.” At Tauhid: Terkumpul Sifat Qana'ah Di Pagi Hari
No comments:
Post a Comment