Kewajiban Yang Seringkali Terabaikan
Sebagian orang tua sangat senang
jika anaknya bisa belajar sampai jenjang yang lebih tinggi. Tapi sedikit yang
peduli akan pendidikan agama pada anaknya. Jika anak tidak bisa baca Al-Quran
tidaklah masalah, yang penting bisa mengusai bahasa asing terutama bahasa
inggris. Jika anak tidak paham agama tidak apa-apa, yang penting anak bisa
computer. Jadilah anak-anak muda saat ini jauh dari Islam, tidak bisa baca
Al-Quran, ujung-ujungnya gemar maksiat ditambah dengan pergaulan bebas yang
tidak karuan dipenuhi dengan narkoba, miras dan sebagainya.
Mesti Sadar Bahwa Belajar Agama Itu Penting
Baik selaku orang tua dan anak, kita
mesti sadar bahwa mempelajari ilmu agama itu amat penting. Kita bisa jadi
terjerrumus dalam syirik karena tidak tahu bahwa jimat, rajah dan azimat
termasuk kesyirikan karena adanya ketergantungan hati pada selain ALLAH sebab
yang tidak terbukti dengan dalil dan bukti eksperimen. Rasul shallallahu alaihi
wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan tamimah, maka ia telah
berbuat syirik.” (HR. Ahmad)
Kita pun bisa berwudhu dengan tidak
sempurna ketika tidak tahu bagaimanakah wudhu yang diajarkan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. Wudhu yang tidak sempurna akan merembet pada
shalat yang jadi bermasalah. Lihatlah diantara ancaman bagi orang yang tidak
berwudhu sempurna seperti yang tumitnya tidak terbasahi air. Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda,”Celakalah tumit-tumit yang tidak
terbasahi wudhu dari ancaman neraka.” (Muttafaqun alaih)
Begitu pula dengan shalat yang tidak
beres seperti terlalu ngebut, akhirnya menjadikan shalat tidak sah karena tidak
adanya thuma’ninah. Dari Zaid bin Wahb, ia berkata bahwa Hudzaifah pernah
melihat seseorang yang tidak sempurna ruku’ dan sujudnya. Hudzaifah lantas
berkat, “Engkau tidaklah sholat. Seandainya engkau mati, maka engkau mati tidak
diatas fitroh yang ALLAH fitrohkan pada Muhammad shallallah alaihi wasallam.”
(HR. Bukhari)
Shalat orang yang ngebut-ngebutan,
inilahyang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai orang
yang mencuri dalam shalatnya. Disebutkan dalam hadis Abu Sa’id Al Khudri,
Rasulullah shallallah alaihi wasallam bersada, “Sejelek-jelek manusia adalah
pencuri yaitu mencuri sholatnya.” Para sahabat lantas bertanya kepada Rasul,
“Wahai Rasulullah, bagaimana mereka bisa dikatakan mencuri sholatnya?” “yaitu
mereka yang tidak menyempurkana suku’ dan sujudnya”, jawab Nabi shallallahu
alaihi wasallam (HR. Ahmad). Sayang seribu sayang, hanya sedikit yang tahu
kalau thuma’ninah (Bersikap tenang dalam shalat, tidak cepat-cepat) merupakan
bagian dari rukun shalat yang tidak terpenuhi akan membuat shalat menjadi
batal.
Fenomena lain, sebagian pria begitu
bangga dapat berhias diri dengan emas. Ketika ditanya kenapa menggunakan emas,
malah dijawab, “Apa salahnya menggunakan emas? Emas itu sah-sah saja untuk
laki-laki.” Padahal telah disebutkan dengan tegas dalam hadis Abu Musa,
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Emas dan sutra dihalalkan
bagi para wanita dari umatku, namun diharamkan bagi para pria.” (HR. An Nasai
dan Ahmad). Kenapa emas hanya boleh untuk wanita? Jawabnya, karena wanita lebih
butuh berhias dibanding pria.
Pemuda yang lebih kenal agama tentu
lebih patuh dan berbakti pada orang tua dibanding pemuda yang sering
ugal-ugalan. Ini semua diantara akibat dari tidak paham agama. Kita selaku
seorang muslim mesti paham akan agama kita sendiri yang kita butuhkan setiap
harinya. Kita seharusnya bukan hanya sekadar mengekor orang-orang atau membangun
ibadah bukan diatas pijakan dalil atau sekadar mengekor budaya non muslim.
Seorang muslim mesti belajar sehingga keadaan dirinya bisa jadi lurus dan
berada dalam tuntunan yang benar dalam beragama. Ingatlah bahwa Rasul kita
shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban
setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Ilmu agama yang terpenting kita
pelajari adalah berbagai ilmu yang wajib, itu yang utama dan mesti didahulukan.
Yaitu dengan ilmu ini seseorang tidak sampai meninggalkan kewajiban dan
menerjang yang haram. Inni berarti kita punya kewajiban mempelajari akidah yang
benar, tauhid yang tidak ternodai syirik, cara wudhu, shalat dan ibadah lainnya
sesuai yang Rasul kita ajarkan dan seterusnya.
Berilmu Sebelum Beramal
Selaku seorang muslim, kita dituntut
untuk berilmu sebelum beramal. Diantara dalilnya adalah firman ALLAH Ta’ala,
“Maka ilmulah! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain ALLAH
dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad; 19). Ucapan istighfar termasuk
amalan. Dalam ayat ini kita diperintahkan berilmu dahulu, lalu beramal.
Berdasarkan dalil ini, imam Bukhari berkata, “Al Ilmu qoblal qoul wal amal.”
Ibnul Munir berkata, “Yang dimaksud perkataan Bukhari adalah ilmu merupakan
syarat sah perkataan dan amalan. Jadi ucapan dan amalan tidaklah dianggap
kecuali didahului oleh ilmu.” (Fathul Bari,1; 160).
Dari sini tidak tepat kebiasaan
sebagian kita yang sudah beramal, lantas berkata, “Amalan ku sudah sesuai
ajaran Rasul atau belum ya?” seharusnya yang ia lakukan sebelum beramal adalah
belajar dan mengkaji amalan itu terlebih dahulu. Jika ada tuntutan dari Rasul
shallallahu alaihi wasalam barulah dilaksanakan.
Belajar Agama Menuai Berbagai Kemuliaan
Jika seseorang mau dudduk di majlis
ilmu, maka sungguh ia akan menggapai banyak kemuliaan. Orang yang menuntut ilmu
berarti telah mendapatkan warisan para nabi karena para nabi tidaklah
mewariskan harta maupun uang, yang mereka wariskan adalah ilmu agama.
Sebagaimana disebutkan dalam hadis, “Seseungguhnya para nabi tidak mewariskan
dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang
mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR. Abu
Daud dan Tirmidzi)
Yang lain dari itu, ilmu bisa kekal
sedangkan harta bisa binasa. Ketika ilmu terus dimanfaatkan oleh orang lain,
maka pahalanya akan terus mengalir meskipun si pemilik ilmu telah tiada, baik
ilmu tadi berupa ceramah agama atau berupa tulisan Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya
kecuali tiga perkara yaitu; sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa
anak yang sholeh.” (HR. Muslim)
Orang yang belajar agama, merekalah
yang dikehendaki kebaikan sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam,
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan, maka ALLAH membuatnya
faqih (paham) terhadap agama.” (Muttafaqun alaih). Ibnu Umar berkata, “Faqih
adalah orang yangzuhud di dunia selalu mengharapkan akhirat.” (Syarh Ibnu
Batthol).
Terakhir, menurut ilmu agama adalah
jalan mudah menuju surge sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang menempuh jalan
menuntut ilmu agama, maka ALLAH akan memudahkan baginya jalan menuju surge.”
(HR. Muslim)
Tidak Ada Alasan Untuk Enggan Belajar
Kita sebagai seorang muslim jangan
sampai memiliki sifat yang hanya tahu seluk beluk ilmu dunia, namun lalai dari
ilmu agama. Walau kita seorang pelajar umum, kita punya kewajiban untuk belajar
agama. Begitu pula dengan seorang pekerja kantoran punya kewajiban yang sama.
Meskipun sebagai direktur, atasan dan gubernur sekalipun masih punya kewajiban
untuk memahami ilmu islam yang tidak bisa tidak wajib dipelajari. Janganlah
kita menjadi orang-orang sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, “Mereka hanya
mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia; sedangka mereka tentang
kehidupan akhirat benar-benar lalai.” (QS. Ar ruum; 7)
Sebenarnya tidak ada alasan untuk
enggan belajar agama. Jika memang kita sulit hadis di majelis ilmu karena
kesibukan, berbagai media saat ini telah memudahkan kita untuk belajar.
Luangkanlah waktu untuk memanfaatkan media-media tersebut. banyak diantara
saudara kita yang telah menyusun buku, bulletin, madding, dan sebagainya. Dan
itu semua bisa jadi sarana yang membantu untuk belajar. Namun jika punya
kesempatan, berusahalah meluangkan waktu untuk belajar langsung dari seorang
guru karena ilmu yang diserap akan lebih baik dan mudah dipahami.
Tidak ada kata terlamabat untuk
belajar karena banyak ulama yang baru belajar ketika usia di atas 40-an bahkan
lebih. Imam Ibnu Aqil berkat, “Aku tidak pernah menyia-nyiakan waktuku dalam
umurku walau sampai hilang lisanku untuk berbicara atau hilang penglihatanku
untuk banyak menelaah. Pikiranku masih saja terus bekerja ketika aku
beristirahat. Aku tidaklah bangkit dari tempat dudukku kecuali jika ada yang
membahayakanku. Sungguh aku baru mendapati diriku begitu semangat dalam belajar
ketika aku berusia 80 tahun. Semangatku ketika itu lebih dahsyat daripada
ketika aku berusia 30 tahun.”
Dan janganlah menunda-nunda waktu
karena nanti sore atau esok pagi, kita tak tahu apakah ALLAH masih memberikan
kita kesempatan untuk berada di dunia ini. Semoga ALLAH senantiasa memberi
hidayah demi hidayah.At Tauhid: Kewajiban Yang Seringkali Terabaikan
No comments:
Post a Comment