ALLAH ta’ala berfirman yang artinya,
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka akan Kami
sempurnakan baginya balasan amalnya di sana dan mereka tidak sedikit pun
dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan apa-apa di akhirat
kecuali dan lenyaplah apa yang mereka perbuat serta sia-sia apa yang telah
mereka kerjakan.”(QS. Huud : 15-16). Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda, “Bersegeralah dalam melakukan amal-amal, sebelum datangnya
fitnah-fitnah bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita, sehingga
membuat seorang yang di pagi hari beriman dan namun di sore harinya menjadi
kafir atau sore harinya beriman namun di pagi harinya menjadi kafir, dia
menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan duniawi semata.”(HR. Muslim).
Para ulama mengatakan, “Sesungguhnya di dunia
ini ada sebuah surga, barang siapa yang tidak memasukinya niscaya dia tidak
akan memasuki surga di akhirat.” Sebagian mereka juga berkata, “Banyak para
penghuni dunia yang keluar dari alam dunia sementara mereka belum merasakan
sesuatu yang paling nikmat di dalamnya.” Kenikmatan itu tiada lain adalah
mengenal ALLAH dan merasa tentram dengan segala keputusan-NYA.
Itulah orang yang bisa merasakan
kelezatan iman, apabila dia mencintai maka cintanya karena ALLAH, apabila dia
membenci maka bencinya karena ALLAH, dan apabila dia member maka pemberiannya
juga karena ALLAH begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, ALLAH mensifati
orang-orang beriman dengan sifat-sifat yang menggambarkan kelapangan dada
mereka terhadap apa yang ditetapkan-NYA. ALLAH menggambarkan bahwa hati mereka
tidak merasa sempit atas apa yang diputuskan oleh Rasul-NYA. Hati mereka
bergetar saat teringat kepada-NYA dan bila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNYA
maka bertambahlah keimanan mereka, dan mereka tidak menggantungkan harapan
kecuali kepada-NYA semata.
ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan tidaklah pantaas bagi seorang mukmin lelaki ataupun perempuan, apabila
ALLAH dan Rasul-NYA telah memutuskan suatu perkara kemudian masih ada bagi
mereka alternatif lain dalam urusan mereka..”(QS. Al ahzab; 36). ALLAH ta’ala
juga berfirman yang artinya, “Demi rabbmu, sekali-kali mereka itu tidaklah
beriman, sampai mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim atas segala yang
mereka perselisihkan di antara mereka, lalu mereka tidak mendapai rasa sempit
di dalam hati mereka atas keputusan yang kamu berikan, dan mereka pun pasrah
dengan sepenuhnya.” (QS. An nisa; 65). ALLAH ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila
disebutkan nama ALLAH maka bergetar hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayatNYA maka semakin bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya
bertawakal kepada Rabbnya.”(QS. Al anfaal; 2)
Dan kam beriman adalah orang-orang
yang tidak menyimpan keraguan terhadap apa yang dijadikan oleh ALLAH. ALLAH
Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan ketika orang-orang yang beriman melihat
golongan-golongan yang bersekutu itu untuk menghancurkan pasukan islam maka
mereka berkat, inilah yang dijanjikan ALLAH dan Rasul-NYA dan Maha Benar ALLAH
dan Rasul-NYA. Dan tidaklah hal itu melainkan menambah kepada mereka keimanan
dan kepasrahan.”(QS. Al- ahzab; 22). Sebaliknya, kalau kita perhatikan sosok
orang-oang kafir dan munafik, maka ALLAH mensifati mereka dengan keraguan
terhadap janji ALLAH. ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Dan ingatlah ketika
orang-orang munafik serta orang-orang yang didalam hatinya terdapat penyakit
itu mengatakan; yang dijanjikan ALLAH dan RasulNYA kepada kami hanya tipu daya
belaka.” (QS. Al-ahzab;12). Maka di posisi mana kita berada?
HATI-HATI DENGAN RUWAIBIDHAH
“Akan
datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu
pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat
dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada
saat itu Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, apa yang dimaksud dengan
ruwaibidhaha? Beliau menjawab, orang bodoh yang turut campur dalam urusan
masyarakat luas.” (HR.
Ibnu Majah)
Hadis yang agung ini menerangkan
kepada kita:
1.
Peringatan
akan bahaya berbicara tanpa landasan ilmu. ALLAH ta’ala berfirman yang artinya,
“Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya,
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, hal itu semua akan dimintai
pertanggung jawabannya.”(QS. Al israa’; 36). ALLAH ta’ala juga berfirman yang
artinya, “Hai umat manusia, makanlah sebagian yang ada di bumi ini yang halal
dan baik dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia
adalah musuh yang nyata bagi kalian. Sesungguhnya dia hanya akan menyuruh kalian
kepada perbuatan dosa dan kekejian dan agar kalian berkata-kata atas nama ALLAH
dalam sesuatu yang tidak kalian semua ketahui ilmunya.”(QS. Al baqarah;
168-169)
2.
Hadis
ini menunjukkan pentingnya kejujuran dan mengandung peringatan dari bahaya
kedustaan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Wajib atas kalian
untuk bersikap jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada kebaikan dan
kebaikan itu akan menuntun ke surga. Apabila seseorang terus menerus bersikap
jujur dan bejuang keras untuk senantiasa jujur maka di sisi ALLAH dia akan
dicatat sebagai orang yang shiddiq. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu
akan menyerek kepada kefajiran dan kefajiran akan menjerumuskan ke dalam
neraka. Apabila seseorang terus-menerus berdusta dan mempertahankan kedustaannya
maka di sisi ALLAH dia akan dicatat sebagai seorang pendusta.”(HR. Muslim)
3.
Hadis
ini juga menunjukkan pentingnya menjaga amanah dan memperingatkan dari bahaya
mengkhianati amanah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila
amanah telah disia-siakan maka tunggulah datangnya hari kiamat. Lalu ada yang
bertanya, Bagaimana amanah itu disia-siakan? Maka beliau menjawab, apabila
suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah kiamatnya.”(HR.
Bukhari). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, :Tidak lengkap iman
pada diri orang yang tidak memiliki sifat amanah.” (HR. al baihaqi)
4.
Hadis
ini menunjukkan bahwa jalan keluar ketika menghadapi situasi kacau semacam itu
adalah dengan kembali kepada ilmu adalah al-quran dan as sunnah dengan
pemahaman salafus shalih. Dan yang dimaksud ulama adalah ahli ilmu yang
mengikuti perjalanan Nabi dan para shabat dalam hal ilmu, amal, dakwah, maupuh
jihad. At Tauhid: Lezatnya Ketaatan Yang Dipertanyakan
No comments:
Post a Comment