Meraih Khusyu Dalam Ibadah
Khusy’ dalam ibadah kedudukannya
seperti ruh/jiwa dalam tubuh manusia [lihat “Bada-I’ul fawa-id”(3/518), “Faidhul
Qadiir”(3/88)], sehinggaa ibadah yang dilakukan tanpa khusyu’ adalah ibarat
tubuh tanpa ruh alias mati.
ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka selalu berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adlah
orang-orang yang khusyu’ dalam beribaddah”. (QS. Al-Anbiyaa’: 90).
Bahkan ALLAH Ta’ala menjadikan sifat
agung ini termasuk cirri utama orang-orang yang sempurna imannya dan sebab
keberuntungan mereka, dalam firman-NYA (yang artinya): “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang
yang khusyu’ dalam sholatnya”. (QS. Al-Mu’minuun:1-2).
Oleh karena itu, Rasulullah memohon
kepada ALLAH Ta’ala sifat mulia ini dalam doa beliau Shallallahu’alaihi wasalla: “Ya
ALLAH, hidupkanla aku sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai orang
miskin, kumpulkanlah aku didalam golongan orang-orang miskin pada hari kiamat”.
[HR. At-Tirmidzi (4/577), dinyatakan shahiholeh syaikh al-Albani].
Arti “orang moskin” dalam hadis ini
adlah orang yang selalu merendahkan diri, tunduk dan khusyu’ kepada ALLAH Ta’ala.
[lihat “al-Khusyu’fish shalaah”(hal.34)].
Arti Khusyu’ dan Hakikatnya
Secara bahasa khusyu’ berarti
as-sukuun (diam/tenang) dan at-tadzallul (merendahkan diri). Sifat mulia ini
bersumber dari dalam hati yang kemudian pengaruhnya terpancar pada anggota
badan. Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal
(sifat) khusyu’ adlah kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri
dalam hati manusia kepada ALLAH Ta’ala. Tatkala hati manusia telah khusyu’ maka
semua anggota badan akan ikut khusyu’, karena anggota badan selalu mengikuti
hati”. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Ketahuilah,
sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu
baik maka akan baik seluruh tubuh manusia…”.
Maka jika hati seseorang khusyu’
pendengaran, penglihatan, kepala, wajah dan semua anggota badannya ikut khusyu’
bahkan semua yang berrsumber dari anggota badannya”. [lihat “al-Khusyu’
fishshalaah” (hal.11-12).
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Para ulama sepakat mengatakan bahwa khusyu’
tempatnya dalam hati dan buahnya tanda terlihat pada anggota badan”.[lihat “Mada-rijussaalikiin”(1/521)].
Khusyu’ Adalah Buah Manis Dari Ilmu
Yang Bermanfaat
Dalam sebuah hadis yang shahih,
Rasulullah pernah berdoa: “Ya ALLAH<
sesungguhnya aku berlindung kepada-MU dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari
hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang
tidak dikabulkan”. (HR. Muslim).
Dalam hadis yang agung ini,
Rasulullah menggandengkan empat perkara yang tercela ini, sebagi isyarat bahwa
ilmu yang tidak bermanfaat memiliki tanda-tanda buruk, yaitu hati yang tidak
khusyu’, jiwa yang tidak perrnah puas, dan doa yang tidak dikabulkan [lihat “Tuhfatul
ahwadzi” (9/319).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Hadis ini menunjukan bahwa ilmu yang tidak
menimbulkan sifat khusyu’ dalam hati maka ini adalah ilmu yang tidak bermanfaat”.
[lihat “Majmuu’u rasa-ilil haafizh Ibni Rajab Al Hambali (1/17)].
Inilah keutamaan khusyu’ yang merupakan
buah utama ilmu yang bermanfaat, sekaligus merupakan ilmu yang pertama kali
diangkat oleh ALLAH Ta’ala dari muka bumi ini [lihat “al-Khusyu’u fish shalaah”(hal.15)],
sebagaimana dalam hadis riwayat Abu Darda bahwa Rasulullah bersabda: “Yang pertama kali diangkat oleh ALLAH dari
umat ini adlah sifat khusu’ sehingga nantinya kamu tidak akan melihat lagi
seorang yang khusyu’ dalam ibadahnya”. (HR. ath-Thabarani, dinyatakan
shahih oleh syaikh al-Albani].
Khusyu’ Dalam Shalat
Sifat khusyu’dituntut dalam semua
bentuk ibadah dan ketaatan kepada ALLAH Ta’ala, akan tetapi dalam ibadah
shalat, sifat yang agungini lebih terlihat wujud dan pengaruh positifnya.
Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Sungguh ALLAH telah mensyariatkan bagi
hamba-hamba-NYA berbagai macam ibadah yang akan tampak padanya kekhusyu’an
anggota badan seorang hamba yang bersumber dari kekhusyu’an hati, ketundukan
dan kerendahan diri dalam hatinya. Dan termasuk ibadah yang paling tampak
padanya kekhusyu’an adlah ibadah shalat. ALLAH Ta’ala memuji hamba-hamba-NYA
yang khusyu’ dalam shalat mereka dalam firman-NYA yang artinya:”Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnyya”. (QS Al-Mu’minuun: 1-2) dan [lihat “alkhusyu’ fish shalaah (hal.22)].
Syaikh Muhammad bin Shaleh
al-Utsaimin berkata: “Para ulama
menafsirkan arti khusyu’ dalam shalat yaitu diamnya anggota badan yang disertai
dengan ketenangan dalam hati”. [lihat “Fathu Dziljalaali walikraam”(1/571)].
Cirri inilah yang ada pada orang-orang yang sempurna keimanannya, para shabat ,
sebagaimana dalam firman ALLAH yang artinya: “Tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud”. (QS
Al-Fath: 29). Imam Mujahid dan beberapa ulama ahli tafsir lainnya berkata
tentang makna ayat ini: “Yaitu khusyu’ dalam shalat dan tawadhu’ (sikap
merendahkan diri)”. [lihat Tafsir Ibnu Katsir (4/260)].
Dalam hadis lain, Rasulullah
bersabda kepada Bilal Radhiallahu’anhu:”Wahai Bilal, senangkanlah hati kami dengan
melaksanakan shalat”. (HR Abu Daud dan Ahmad, dinyatakan shahih oleh syaikh
Al-Albani).
Cara Untuk Meraih Khusyu’
Dikarenakan sifat khusyu’ sumbernya
dari dalam hati manusia, maka sifat ini hanya bias diraih dengan taufik dan
anugerah dari ALLAH Ta’ala. Oleh karena itu, cara utama untuk meraih sifat
mulia inni dan sifat-sifat agung lainnya dalam agama adalah dengan banyak
berdoa dan memohon kepada ALLAH Ta’ala.
Oleh karena itu, imam Mutharrif bin
Abdillah bin asy-Syikhkhiir berkata: “Aku mengingat-ingat apakah penghimpun
segala kebaikan, karena kebaikan itu banyak; puasa, shalat dan lain-lain. Semua
kebaikan itu ada di tangan ALLAH Ta’ala, maka jika kamu tidak mampu memiliki
apa yang ada di tangan ALLAH Ta’ala kecuali dengan memohon kepada-NYA agar Dia
memberikan semua itu kepadamu, maka berarti penghimpun (semua) kebaikan adalah berdoa (kepada ALLAH Ta’ala)”.
[(Diriwayatkan oleh imam Ahamd dalam kitab “Az-Zuhd”)].
Kemudian sifat khusyu’ akan diraih insyaAllah dengan seorang hamba yang
mengenal ALLAH Ta’ala dengan cara yang benar, melalui pemahaman terhadap
nama-nama-NYA yang maha indah dan sifat-sifat-NYA yang maha sempurna. Inilah
ilmu yang paling mulia dalam islam dan merupakan jalan utama untuk meraih semua
sifat dan kedudukan yang mulia di sisi ALLAH Ta’ala.
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Orang
yang paling sempurna ddalam penghambaan diri kepada ALLAH Ta’ala adalah orang
yang menghambakan diri kepada-NYA dengan memahami kandungan semua nama dan
sifat-NYA yang bias diketahui oleh manusia”. [Kitab “Madaarijus saalikiin”
(1/420)].
Ada hamba yang meraih khusyu’
kepada-NYA karena penyaksiannya yang kuat terhadap kemahadekatan dan
penglihatan-NYA yang sempurna terhadap apa yang terseembunyi dalam hati
hamba-NYA, sehingga ini menimbulkan rasa malu kepada ALLAH Ta’ala dan selalu
merasakan pengawasan-NYA dalam semua gerakan dan diamnya hamba tersebut.
Ada juga yang meraih khusyu’ karena
penyaksiannya terhadap kemahasempurnaan dan kemahaindahan-NYA, sehingga ini
menjadi tenggelam dalam kecintaan kepada-NYA serta kerinduan untuk bertemu dan
memandang wajah-NYA.
Demikian pula ada yang meraih khusyu’
karena penyaksiannya terhadap kerasnya siksaan, pembalasan dan hukum-NYA,
sehingga ini menbangkitkan rasa takutnya kepada ALLAH. Hal ini merupakan makna
firman ALLAH Ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya
yang takut kepada ALLAH diantara hamba-hambaNYA, hanyalah orang-orang yang
berilmu mengenai ALLAH Ta’ala)”. (QS Faathir: 28).
Imam Ibnu Katsir berkata;”Arti ayat
ini; Hanyalah orang-orang yang berilmu dan mengenal ALLAH yang memiliki rasa
takut yang sebenarnya kepada ALLAH, karena semakin sempurna pemahaman dan
pengetahuan seorang hamba terhadap ALLAH, maka ketakutan hamba tersebut
kepada-NYA semakin besar pula”. [(Tafsir Ibnu Katsir (3/729)]At-Tauhid: Meraih Khusyu Dalam Ibadah
No comments:
Post a Comment