Tawakal Kunci Keberhasilan Yang
Terlalaikan
Banyak orang yang salah memahami dan
menempatkan arti tawakal yang sesungguhnya. Sehingga tatkala kita mengingatkan
mereka tentang pentingnya tawakal yang benar dalam kehidupan manusia, tidak
jarang ada yang menanggapinya dengan ucapan: “Iya, tapi kan bukan Cuma tawakal yang harus diperbaiki, usaha yang
maksimal juga harus terrus dilakukan!”.
Ucapan diatas sepintas tidak slah,
akan tetapi kalau kita amati dengan seksama, kita akan dapati bahwa ucapan
tersebut menunjukkan kesalahpahaman banyak orrang tentang makna dan kedudukan
yang sesungguhnya. Karena ucapan diatas terkesan memisahkan antara tawakal dan
usaha. Padahal, menurut penjelasan para ulama, tawakal adalah bagian dari
usaha, bahkan usaha yang paling utama untuk meraih keberhasilan.
Salah seorang ulama terdahulu
berrkata: “Cukuplah bagimu untuk
melakukan sebab yang disyariatkan untuk mendekati diri kepada ALLAH, adalah
dengan DIA mengetahui (adanya) tawakal yang benar kepada-NYA dalam hatimu,
berapa banyak hamba-NYA dalam hatimu, berapa banyak hamba-NYA yang memasrahkan
urusanya kepada-NYA, maka DIA pun mencukupi (semua) keperluan hamba tersebut. [lihat
“Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (2/497)].
”Barang
siapa yang bertakwa kepada ALLAH niscaya DIA akan memberikan baginya jalan
keluar (bagi seemua urusannya). Dan memberikannya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada ALLAH niscaya ALLAH
akan mencukupkan (segala keperluannya”. (QS. Ath-Thalaaq: 2-3).
Artinya, barang siapa yang percaya
kepada ALLAH dalam menyerahkan semua urusan kepada-NYA maka DIA akan mencukupi
segala keperluannya. [lihat “Fathul Qadir”(7/241)].
Maka tawakal yang benar, merupakan
sebab utama berhasil usaha seorang hamba, baik dalam urusan dunia maupun agama,
bahkan sebab kemudahan dari ALLAH Ta’ala bagi hamba tersebut untuk meraih
segala kebaikan dan perlindungan dari segala keburukan.
Coba renungkan kemulian besar ini
yang terungkap dalam makna sabda Rasulullah: “Barang siapa yang ketika keluar rumah membaca (zikir):Bismillahi tawakkaltu ‘alallahi, walaa
haula wala quawwata illa billa (Dengan nama ALLAH, aku berserah diri
kepada-NYA, dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-NYA), maka
malaikat akan berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu diberi petunjuk oleh ALLAH
Ta’ala dicukupkan dalam segala keperluanmu dan dijaga dari semua keburukan”,
sehingga setan pun tidak bias mendekatinya dan setan yang lain berkata kepada
temannya: Bagaimana mungkin kamu bias mencelakakan seorang yang telah diberi
petunjuk, dicukupkan dan dijaga oleh ALLAH Ta’ala?”. [HR. Abu Dawud dan
At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-tirmidzi dan Al-Albani].
Artinya, diberi petunjuk kepada
jalan yang benar dan lurus, diberi kecukupan dalam semua urusan dunia dan
akhirat, serta dijaga dan dilindungi dari segala keburukan dan kejelekn, dari
setan atau yang lainnya. [lihat “Fiqhul asma-il husna” (hal.235)].
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Tawakal kepada ALLAH adalah termasuk sebab
yang paling kuat untuk melindungi diri seorang hamba dari gangguan, kezhaliman
dan permusuhan orang lain yang tidak mampu dihadapinya sendiri. ALLAH akan
memberikan kecukupan kepada orang yang bertawakal kepada-NYA. Barang siapa yang
telah diberikan kecukupan dan dijaga oleh ALLAH Ta’ala maka tidak ada harapan
bagi musuh-musuhnya untuk bias mencelakakanya. Bahkan dia tidak akan ditimpa
kesusahan kecuali sesuatu yang mesti (dirasakan oleh semua makhluk), seperti
panas, dingin, lapar dan dahaga. Adapun gangguan yang diinginkan musuhnya maka
selamanya tidak akan menimpanya. Maka jelas sekali perbedaan antara gangguan
yang secara kasat mata menyakitinya, meskipun pada hakikatnya merupakan
kebaikan baginya untuk menghapuskan dosa-dosanya dan untuk menundukan nafsunya,
dan gangguan dari musuh-musuhnya yang dihilangkan darinya”. [lihat “Bada-I ‘ul
fawa-id(2/464-465)].
Tidak terkecuali dalam hal ini,
usaha untuk mencarirezki yang halal dan berkah. Seorang hamba yang beriman
kepada ALLAH Ta’ala, dalam usahanya mencari rezki, tentu dia tidak hanya
mentargetkan jumlah keuntungan yang besar dan berlipat ganda, tapi lebih dari
itu, keberkahan dari rezki tersebut untuk memudahkannya memanfaatkan rezki
tersebut di jalan yang benar. Dan semua ini hanya bias dicapai dengan taufik
dan kemudahan dari ALLAH Ta’ala. Maka tentu ini semua tidak mungkin terwujud
tanpa ada tawakal yang benar dalam hati seorang hamba.
Berdasarkan ini semua, maka
merealisasikan tawakal yang hakiki sama sekali tidak bertentangan dengan usaha
mencari rezki yang halal, bahkan ketidakmauan melakukan usaha yang halal
merupakan pelanggaran terhadap syariat ALLAH Ta’ala, yang ini justru
menyebabkan rusaknya tawakal seseorang kepada ALLAH.
Rasululluh besabda: “Seandainya kalian bertawakal pada ALLAH
dengan tawakal yang sebenarnya, maka sungguh DIA akan melimpahkan rezki kepada
kalian, sebagaimana DIA melimpahkan rezki kepada burung yang pergi mencari
makan di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan
kenyang”. [HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan AL-Hakim
dinyatakan shahih oleh AL-Albani].
Imam Al-Munawi ketika menjelaskan
makna hadis ini, belia berkata: “Artinya;
burung itu perrgi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali waktu petang
dalam keadaan perutnya telah penuh (kenyang). Namun melakukan usaha bukanlah
ini yang mendatangkan rezki dengan sendirinya, karena yang melimpahkan rezki
adalah ALLAH Ta’ala (Semata)”.
Dalam hadis ini Rasulullah
mengisyaratkan bahwa tawakal yang sebenarnya bukanlah berarti bermalas-malasan
dan enggan melakukan usaha untuk mendapatkan rezki, bahkan tawakal yang benar
harus dengan melakukan berbagai macam sebab yang dihalalkan untuk mendapat
rezki.
Oleh karena itu, Imam Ahmad (ketika
mengomentari hadis ini) berkata:”Hadis
ini tidak menunjukan larangan melakukan usaha, bahkan sebaliknya menunjukan
kewajiban mencari rezki yang halal, karena makna hadis ini adalah kalau manusia
bertawakal kepada ALLAH ketika mereka pergi untuk mencari rezki, ketika
kembali, dan ketika mereka mengerjakan semua aktivitas mereka, dengan mereka
menyakini bahwa semua kebaikan ada di tangan-NYA, maka pasti mereka akan
kembali dalam keadaan selamat dan mendapatkan limpahan rezki (dari-NYA),
sebagaimana keadaan burung”. [lihat “Tuhfatul ahwadzi”(7/708)].
Makna inilah yang diisyaratkan dalam
ucapan Sahl bin Abdullah at-Tustari: “Barang
siapa yang mencela tawakal maka berarti dia telah mencela (konsekwensiz) iman, dan
barang siapa yang mencela usaha untuk mencari rezki maka berarti dia telah
mencela sunnah Rasulullah”. [lihat “Hilyatul auliya”(10/195)].
Maka berusahalah dengan sungguh-sungguh
dalam mencari rezki yang halal dan kebaikan-kebaikan lannya, tapi jangan lupa
untuk menyandarkan hati kita kepada ALLAH yang maha kuasa atas segala sesuatu,
bukan usaha yang kita lakukan.
Semoga ALLAH Ta’ala senantisa
memudahkan rezki yang halal dan berkah bagi kita semua, serta menolong kita
untuk selalu istiqamah diatas petunjuk-NYA sampai di akhir hayat kita, AMIN.At-Tauhid: Tawakal Kunci Keberhasilan Yang Terlalaikan
No comments:
Post a Comment