Tuesday, October 21, 2014

At Tauhid: Cara Minta Hujan Turun






            Beberapa daerah yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan sekarang merasakan derita dengan banyaknya debu dan asap di jalan yang belum pula hilang. Hal ini menyebabkan ketika beraktivitas semakin sulit. Dan salah satu solusi yang bisa mengangkat abu dan asap itu semua adalah dengan hujan yang ALLAH turunkan. Bagaimana cara agar hujan turun?
            Diantara caranya adalah dengan shalat istisqa’ dan beberapa cara ampuh lainnya akan dijelaskan dalam tulisan sederhana ini.
Pertama: Memperbanyak istighfar
            ALLAH ta’ala berfirman dalam surat Nuh: 10-12 yang artinya, “Maka aku katakana kepada mereka: mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan pula didalamnya untukmu sungai-sungai.”
            Dari Asy Sya’bi, ia berkata, “Umar bin Al Khottob radhiyallahu anhu suatu saat meminta diturunkannya hujan, namun beliau tidak menambah istighfar hingga beliau kembali, lalu ada yang mengatakan padanya, “Kami tidak melihatmu meminta hujan.” Umar pun mengatakan, “Aku sebenarnya sudah meminta diturunkannya hujan daari langit.” Kemudian Umar membaca ayat yang artinya, “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.” Umar pun lantas mengatakan, “Wahai kaumku, mintalah ampun kepada Rabb kalian, kemudian bertaubatlah kepada-NYA, niscaya Dia akan menurunkan pada kalian hujan dari langit.” (HR. Al Baihaqi, 3/352). Ketika menjelaskan surat Nuh, Ibnu Katsir mengatakan, “Jika kalian meminta ampun kepada ALLAH dan mentaati-NYA, niscaya kalian akan mendapatkan banyak rizki, akan diberi keberkahan hujan dari langit, juga kalian akan diberi keberkahan dari tanah dengan ditumbuhkannya berbagai tanaman, dilimpahkannya air susu, dilapangkannya harta, serta ddikaruniakan anak dan keturunan. Disamping itu, ALLAH juaga akan memberikan pada kalian kebun-kebun dengan  berbagai buah yang ditengah-tengahnya akan dialirkan sungai-sungai.” (Tafsir Al Quran Al Azhim, 14/40).
Kedua: Dengan istiqomah menjalankan syari’at ALLAH
            ALLAH ta’ala berfirman yang artinya, “Dan bahwasanya, jikalau mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu (agama islam), benar-benar Kami akan member minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).” (QS. Al Jin:16). Diantara tafsiran ulama mengenai surat Jin ayat 16 ini; seandainya mereka berpegang teguh dengan ajaran islam dan terus istiqomah menjalaninya, maka mereka akan diberi minum air yang segar yaitu dilapangkan rizki. (Tafsir Al Quran Al Azhim, 14/152-153).
            Makna ayat diatas serupa dengan firman ALLAH ta’ala yang artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof, 96).
Ketiga: Dengan Shalat Istisqa
            Istisqa berarti meminta pada ALLAH ta’ala aagar diturunkannya hujan ketika kekeringan. Para ulama sepakat bahwa shalat istisqo termasuk ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Dan menurut mayoritas ulama shalat istisqo disunnahkan ketika terjadi kekeringan.
            Diantara dalil yang menunjukkan disyariatkannya shalat istisqo adalah hadis Abdullah bin Zaid, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah keluar ke tanah lapang dan beliau hendak melaksanakan istisqo (meminta hujan). Beliau pun merubah posisi ridanya (rida adalah pakaian yang menutupi badan bagian atas, yang semula di kanan dipindahkan ke kiri dan sebaliknya) ketika beliau menghadap kiblat. (ishaq mengatakan), Beliau memulai mengerjakan shalat sebelum berkhutbah kemudian beliau menghadap kiblat dan berdoa.” (HR. Ahmad, 4/41)
Panduan ringkas shalat istisqo sebagai berikut:
            Pertama: hendaklah jama’ah bersama imam keluar menuju tanah lapang dalam keadaan hina, betul-betul mengharapkan pertolongan ALLAH dan meninggalkan berpenampilan istimewa (meninggalkan berhias diri). Dari Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluar dalam keadaan meninggalkan berhias diri, menghinakan diri dan banyak mengharap pertolongan ALLAH hingga sampai ke tanah lapang. Utsman menambahkan bahwa kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam menaiki mimbar, lalu beliau tidak berkhutbah seperti khutbah kalian ini. Akan tetapi, beliau senantiasa memanjatkan doa berharap pertolongan dari ALLAH dan bertakbir. Kemudian beliau mengerjakan shalat dua rakaat sebagaimana beliau melaksanakan shalat ied.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi dan An Nasai)
            Kedua: Imam berkhutbah di mimbar yang disediakan untuknya sebelum atau sesudah shalat istisqo. Ketika itu tidak ada adzan dan iqomah. Dalil yang menunjukkan bahwa khutbah tersebut dilaksanakan sesudah shalat istisqo adalah hadis Abdullahbin Zaid yang telah disebutkan diatas, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah keluar ke tanah lapang dan beliau hendak melaksanakan istisqo (meminta hujan). Beliau pun merubah posisi ridanya (rida adalah pakaian yang menutupi badan bagian atas, yang semula di kanan dipindahkan ke kiri dan sebaliknya) ketika beliau menghadap kiblat. (ishaq mengatakan), Beliau memulai mengerjakan shalat sebelum berkhutbah kemudian beliau menghadap kiblat dan berdoa.” (HR. Ahmad, 4/41).
            Sedangkan dalil yang menyatakan bahwa khutbah tersebut boleh dilaksanakan sebelum shalat istisqo 2 rakaat adalah hadis Abbad bin Tamim dari pamannya Abdullah bin Zaid, ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wasallam keluar untuk melakukan istisqo kemudia beliau menghadap kiblat dan merubah posisi ridanya yang semula di kanan dipindahkan ke kiri dan sebaliknya. Lalu beliau melaksanakan sholat dua raka’at dengan menjahrkan bacaannya.” (HR. Bukhari). Syaikh Abu Malik mengatakan, Berdasarkan hadis –hadis tersebut diatas, perintah untuk berkhutbah disini ada kelonggaran, boleh dilakukan sebelum atau sesudah shalat. Pendapat ini adalah pendapat ketiga dari perselisihan ulama yang ada dan dipilih oleh madzhab Imam Ahmad, pendapat Asy Syaukani dan lainnya.” (Shahih Fiqh Sunnah, 1/441).
            Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan, “Tidak disunnahkan adzan dan iqomah pada shalat istisqo. Kami tidak tahu kalau dalam masalah ini ada khilaf.” (Al Mughni, 2/285).
            Ketiga: hendaknya imam memperbanyak doa sambil berdiri menghadap kiblat, bersungguh-sungguh mengangkat tangan ketika berdoa sampai nampak ketika dan hendaknya imam mengarahkan punggung telapak tangannya ke langit. Para jama’ah ketika itu juga dianjurkan untuk mengangkat tangan. Kemudian imam ketika itu merubah posisi ridanya (yang kanan dijadikan ke kiri dan sebaliknya). (Disini jama’ah tidak perlu mengubah posisi ridanya, Cuma khusus imam. Sebagaimana hal ini diterangkan oelh Syaikh Umar Bazmoul dalam Bughyatul Mutathowwi).
            Sebagaimana hal ini telah diterangkan dalam hadis-hadis yang telah lewat. Ditambah hadis dari Anas nin Malik, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wasalam pernah melakukan istisqo lalu ia mengangkat punggung tangannya dan diarahkan ke langit.” (HR. Muslim). Dalil yang menunjukkan bahwa para jama’ah juga ikut mengangkat tangan adalah hadis dari Anas bin Malik, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengangkat kedua tanganya untuk berdoa. Kemudian para jamaah ketika itu turut serta mengangkat tangan mereka bersama beliau untuk berdoa.” (HR. Bukhari). Anas bin Malik mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa tidak bersungguh-sungguh mengangkat kedua tangannya dalam setiap doa beliau kecuali dalam doa istisqo. Ketika itu beliau mengangkat tangan sampai-sampai terlihat ketiaknya yang putih.” (HR. Bukhari dan Muslim)
            Keempat: membaca doa istisqo. Diantara doa istisqo adalah yang artinya: “Ya ALLAH, turunkanlah hujan pada hamba-Mu, pada hewan ternak-Mu, berikanlah rahmat-Mu, dan hidupkanlah negeri-Mu yang mati.” (HR. Abu Daud). “Ya ALLAH, turunkanlah hujan pada kami. Ya ALLAH, turunkanlah hujan pada kami. Ya ALLAH, turunkanlah hujan pada kami.” (HR. Bukhari dan Muslim).
            Kelima: mengerjakan shalat istisqo sebanyak dua rakat sebagaimana shalat ied. Sehingga pengerjaan shalat istisqo, pada rakaat pertama ada takbir tambahan (zawaid) sebanyak tujuh kali dan pada rakaat kedua ada takbir tambahan (zawaid) sebanyak lima kali. Bacaan ketika shalat tersebut dijahrkan (dikeraskan).At Tauhid: Cara Minta Hujan Turun

No comments:

Post a Comment