Beberapa daerah yang terkena dampak
kebakaran hutan dan lahan sekarang merasakan derita dengan banyaknya debu dan
asap di jalan yang belum pula hilang. Hal ini menyebabkan ketika beraktivitas
semakin sulit. Dan salah satu solusi yang bisa mengangkat abu dan asap itu
semua adalah dengan hujan yang ALLAH turunkan. Bagaimana cara agar hujan turun?
Diantara caranya adalah dengan
shalat istisqa’ dan beberapa cara ampuh lainnya akan dijelaskan dalam tulisan
sederhana ini.
Pertama: Memperbanyak istighfar
ALLAH ta’ala berfirman dalam surat
Nuh: 10-12 yang artinya, “Maka aku katakana kepada mereka: mohonlah ampun
kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan memperbanyakkan harta dan
anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan pula didalamnya
untukmu sungai-sungai.”
Dari Asy Sya’bi, ia berkata, “Umar
bin Al Khottob radhiyallahu anhu suatu saat meminta diturunkannya hujan, namun
beliau tidak menambah istighfar hingga beliau kembali, lalu ada yang mengatakan
padanya, “Kami tidak melihatmu meminta hujan.” Umar pun mengatakan, “Aku
sebenarnya sudah meminta diturunkannya hujan daari langit.” Kemudian Umar
membaca ayat yang artinya, “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan
lebat.” Umar pun lantas mengatakan, “Wahai kaumku, mintalah ampun kepada Rabb
kalian, kemudian bertaubatlah kepada-NYA, niscaya Dia akan menurunkan pada
kalian hujan dari langit.” (HR. Al Baihaqi, 3/352). Ketika menjelaskan surat
Nuh, Ibnu Katsir mengatakan, “Jika kalian meminta ampun kepada ALLAH dan
mentaati-NYA, niscaya kalian akan mendapatkan banyak rizki, akan diberi
keberkahan hujan dari langit, juga kalian akan diberi keberkahan dari tanah
dengan ditumbuhkannya berbagai tanaman, dilimpahkannya air susu, dilapangkannya
harta, serta ddikaruniakan anak dan keturunan. Disamping itu, ALLAH juaga akan
memberikan pada kalian kebun-kebun dengan
berbagai buah yang ditengah-tengahnya akan dialirkan sungai-sungai.”
(Tafsir Al Quran Al Azhim, 14/40).
Kedua: Dengan istiqomah menjalankan syari’at ALLAH
ALLAH ta’ala
berfirman yang artinya, “Dan bahwasanya, jikalau mereka tetap berjalan lurus
diatas jalan itu (agama islam), benar-benar Kami akan member minum kepada
mereka air yang segar (rezki yang banyak).” (QS. Al Jin:16). Diantara tafsiran
ulama mengenai surat Jin ayat 16 ini; seandainya mereka berpegang teguh dengan
ajaran islam dan terus istiqomah menjalaninya, maka mereka akan diberi minum
air yang segar yaitu dilapangkan rizki. (Tafsir Al Quran Al Azhim, 14/152-153).
Makna ayat diatas serupa dengan
firman ALLAH ta’ala yang artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof, 96).
Ketiga: Dengan Shalat Istisqa
Istisqa berarti
meminta pada ALLAH ta’ala aagar diturunkannya hujan ketika kekeringan. Para ulama
sepakat bahwa shalat istisqo termasuk ajaran Rasulullah shallallahu alaihi
wasalam. Dan menurut mayoritas ulama shalat istisqo disunnahkan ketika terjadi
kekeringan.
Diantara dalil yang menunjukkan
disyariatkannya shalat istisqo adalah hadis Abdullah bin Zaid, beliau berkata, “Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam pernah keluar ke tanah lapang dan beliau hendak
melaksanakan istisqo (meminta hujan). Beliau pun merubah posisi ridanya (rida
adalah pakaian yang menutupi badan bagian atas, yang semula di kanan
dipindahkan ke kiri dan sebaliknya) ketika beliau menghadap kiblat. (ishaq
mengatakan), Beliau memulai mengerjakan shalat sebelum berkhutbah kemudian
beliau menghadap kiblat dan berdoa.” (HR. Ahmad, 4/41)
Panduan ringkas shalat istisqo sebagai berikut:
Pertama: hendaklah jama’ah
bersama imam keluar menuju tanah lapang dalam keadaan hina, betul-betul
mengharapkan pertolongan ALLAH dan meninggalkan berpenampilan istimewa
(meninggalkan berhias diri). Dari Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam keluar dalam keadaan meninggalkan berhias diri, menghinakan
diri dan banyak mengharap pertolongan ALLAH hingga sampai ke tanah lapang.
Utsman menambahkan bahwa kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam menaiki
mimbar, lalu beliau tidak berkhutbah seperti khutbah kalian ini. Akan tetapi,
beliau senantiasa memanjatkan doa berharap pertolongan dari ALLAH dan
bertakbir. Kemudian beliau mengerjakan shalat dua rakaat sebagaimana beliau
melaksanakan shalat ied.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi dan An Nasai)
Kedua:
Imam berkhutbah di mimbar yang disediakan untuknya sebelum atau sesudah shalat
istisqo. Ketika itu tidak ada adzan dan iqomah. Dalil yang menunjukkan bahwa
khutbah tersebut dilaksanakan sesudah shalat istisqo adalah hadis Abdullahbin
Zaid yang telah disebutkan diatas, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah
keluar ke tanah lapang dan beliau hendak melaksanakan istisqo (meminta hujan). Beliau
pun merubah posisi ridanya (rida adalah pakaian yang menutupi badan bagian
atas, yang semula di kanan dipindahkan ke kiri dan sebaliknya) ketika beliau
menghadap kiblat. (ishaq mengatakan), Beliau memulai mengerjakan shalat sebelum
berkhutbah kemudian beliau menghadap kiblat dan berdoa.” (HR. Ahmad, 4/41).
Sedangkan dalil yang menyatakan
bahwa khutbah tersebut boleh dilaksanakan sebelum shalat istisqo 2 rakaat
adalah hadis Abbad bin Tamim dari pamannya Abdullah bin Zaid, ia berkata, “Nabi
shallallahu alaihi wasallam keluar untuk melakukan istisqo kemudia beliau
menghadap kiblat dan merubah posisi ridanya yang semula di kanan dipindahkan ke
kiri dan sebaliknya. Lalu beliau melaksanakan sholat dua raka’at dengan
menjahrkan bacaannya.” (HR. Bukhari). Syaikh Abu Malik mengatakan, Berdasarkan
hadis –hadis tersebut diatas, perintah untuk berkhutbah disini ada kelonggaran,
boleh dilakukan sebelum atau sesudah shalat. Pendapat ini adalah pendapat
ketiga dari perselisihan ulama yang ada dan dipilih oleh madzhab Imam Ahmad,
pendapat Asy Syaukani dan lainnya.” (Shahih Fiqh Sunnah, 1/441).
Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan, “Tidak
disunnahkan adzan dan iqomah pada shalat istisqo. Kami tidak tahu kalau dalam
masalah ini ada khilaf.” (Al Mughni, 2/285).
Ketiga:
hendaknya
imam memperbanyak doa sambil berdiri menghadap kiblat, bersungguh-sungguh
mengangkat tangan ketika berdoa sampai nampak ketika dan hendaknya imam
mengarahkan punggung telapak tangannya ke langit. Para jama’ah ketika itu juga
dianjurkan untuk mengangkat tangan. Kemudian imam ketika itu merubah posisi
ridanya (yang kanan dijadikan ke kiri dan sebaliknya). (Disini jama’ah tidak
perlu mengubah posisi ridanya, Cuma khusus imam. Sebagaimana hal ini
diterangkan oelh Syaikh Umar Bazmoul dalam Bughyatul Mutathowwi).
Sebagaimana hal ini telah
diterangkan dalam hadis-hadis yang telah lewat. Ditambah hadis dari Anas nin
Malik, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wasalam pernah melakukan
istisqo lalu ia mengangkat punggung tangannya dan diarahkan ke langit.” (HR.
Muslim). Dalil yang menunjukkan bahwa para jama’ah juga ikut mengangkat tangan
adalah hadis dari Anas bin Malik, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
mengangkat kedua tanganya untuk berdoa. Kemudian para jamaah ketika itu turut
serta mengangkat tangan mereka bersama beliau untuk berdoa.” (HR. Bukhari). Anas
bin Malik mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa tidak
bersungguh-sungguh mengangkat kedua tangannya dalam setiap doa beliau kecuali
dalam doa istisqo. Ketika itu beliau mengangkat tangan sampai-sampai terlihat
ketiaknya yang putih.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keempat:
membaca doa istisqo. Diantara doa istisqo adalah yang artinya: “Ya ALLAH,
turunkanlah hujan pada hamba-Mu, pada hewan ternak-Mu, berikanlah rahmat-Mu,
dan hidupkanlah negeri-Mu yang mati.” (HR. Abu Daud). “Ya ALLAH, turunkanlah
hujan pada kami. Ya ALLAH, turunkanlah hujan pada kami. Ya ALLAH, turunkanlah
hujan pada kami.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kelima:
mengerjakan shalat istisqo sebanyak dua rakat sebagaimana shalat ied. Sehingga
pengerjaan shalat istisqo, pada rakaat pertama ada takbir tambahan (zawaid)
sebanyak tujuh kali dan pada rakaat kedua ada takbir tambahan (zawaid) sebanyak
lima kali. Bacaan ketika shalat tersebut dijahrkan (dikeraskan).At Tauhid: Cara Minta Hujan Turun
No comments:
Post a Comment