Beberapa minggu terakhir ini negeri
kita kembali dilanda kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap yang begitu
tebal. Negeri yang awalnya asri akhirnya berubah menjadi lautan asap. Kita semua
pun merasakan bagaimana berat dan susahnya mengalami musibah atau bencana
seperti itu karena kemana-mana jarak pandang pendek, penuh asap dan harus
menggunakan masker. Berikut adalah beberapa nasehat berharga yang semoga bisa
menjadi penghibur lara.
Pahamilah Takdir Ilahi
Debu atau asap yang terasa tidak menyenangkan,
begitu pula bau yang tidak sedap di jalan-jalan, semua musibah yang ada, itu
adalah bagian dari takdir ilahi. Itu adalah suatu yang ditakdirkan sejak 50.000
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda, “ALLAH telah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum
penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim).
Apa yang ALLAH takdirkan ini tak ada
yang bisa mengelaknya. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Engkau harus tahu bahwa
sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu dan sesuatu
yang ditakdirkan luput darimu, tidak mungkin menimpamu.” (HR. Abu Daud)
Ibnul Qayyim mengatakan, “Landasan
setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang ALLAH kehendaki pasti
terjadi dan setiap yang tidak ALLAH kehendaki tidak akan terjadi.” (Al Fawaid,
hal. 94)
Musibah Datang karena Maksiat
ALLAH ta’ala berfirman yang
artinnya, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri (dosa-dosamu) dan ALLAH memaafkan sebagian besar
dari kesalahan-kesalahanmu.” (QS. Asy Syuraa: 30)
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Diantara
akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah
mendatangkan bencana. Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang
hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga
disebabkan oleh dosa.” (Al Jawabul Kaafi, 87)
Dari sini, maka sudah sepatutunya
direnungkan, boleh jadi kabut asap yang menimpa kita sehingga menyulitkan berbagai
aktivitas yang ada sebenarnya karena dosa-dosa kita sendiri. Cobalah lihat
bagaimana di masyarakat kita masih mempertahankan tradisi atau ritual yang
berbau syirik, sukanya memakai jimat-jimat sebagai penglaris, kuburan begitu
diagungkan dan dipuja dan sebagainya. Begitu pula banyak ritual mengatas
namakan islam namun tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi
wasallam tersebar luas ditengah masyarakat dan terus dipertahankan. Belum lagi
betapa sering sebagian orang meninggalkan shalat lima waktu yang wajib. Begitu pula
zina dan berpakaian yang buka-bukaan aurat sudah dianggap biasa ditengah-tengah
masyarakat kita. Inilah barangkali sebab datangnya musibah demi musibah yang
menimpa negeri kita. Sudah seharusnya kita instropeksi diri akan hal ini dan
bersegera bertaubat pada ALLAH.
Ali bin Abi Tholib mengatakan, “Tidaklah
musibah tersebut turun melainkan karena dosaa. Oleh karena itu, tidaklah bisa
musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, 87)
Hadapilah Musibah dengan Sabar
Banyak mengeluh tidak ada gunanya. Mencaci
maki sana sini akan asap yang tidak enak ketika kebakaran hutan, juga tidak ada
manfaatnya. Sikap pertama dalam menghadapi musibah adalah dengan bersabar.
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa
bersabar adalah menahan hati dan lisan dari berkeluh kesah serta menahan
anggota badan dari prilaku emosional. (Lihat Uddatush Shobirin, hal. 10)
Yang disebut sabar adalah dia awal
musibah, bukan belakangan setelah lisan mengeluh dan bersikap emosional sebagai
tanda tak ridho. Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Yang
namanya sabar seharusnya dimulai ketika awal ditimpa musibah.” (HR. Bukhari). Tidak
perlu mengeluh atas musibah, tahanlah lisan dan anggota badan lainnya dari
banyak menggerutu dan merasa tidak suka. Hadapilah musibah dengan sabar.
Ada Kemudahan di Balik Kesulitan
Yakinlah bahwa di balik setiap
kesulitan pasti ada kemudahan. Di balik kesulitan pasti ada jalan keluar. ALLAH
ta’ala berfirman yang artinya, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan.”(QS. Alam Nasyroh; 5). Ayat ini pun diulang setelah itu yang
artinya, “Ssesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Alam nasyroh;
6). Qotadah mengatakan, “Diceritakan pada kami bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam pernah member kabar gembira pada para sahabatnya dengan ayat
diatas, lalu beliau mengatakan, “Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua
kemudahan.” (Ibnu Jarir Ath Thobari)
Kesulitan yang menimpa saat ini, kemana-mana
saja harus menghadapi asap dan terbangan debu sana sini, jarak pandang ketika
berkendaraan pun kurang, ini hanya sesaat bukan sepanjang tahun (Insya ALLAH)
dan bukan selamanya, karena pasti ada kemudahan. Sehingga tidak perlu gelisah
dan berputus asa.
Cobalah lihat bagaimana ALLAH
memberikan ganti yang lebih baik terhadap suatu musibah karena seorang muslim
menyerahkan semuanya pada ALLAH dan bersabar. Ummu Salamah berkata bahwa beliau
pernah mendengar Rasul shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Siapa saja dari
hamba yang tertimpa musibah lalu ia mengucapkan; inna lillahi wa inna ilahi
roji’un, Allahumma’jurni fii mushibati wa akhlif lii khoiron minhaa” (HR.
Muslim)
Ada Nikmat di balik Derita
Sebenarnya dibalik derita ada suatu
yang lebih besar yang dinikmati seorang muslim. Jika menghadapi musibah dengan
sabar, disitu ada pahala. Artinya karena kabut asap, misalnya, kita pun bisa
meraih pahala jika menghadapi musibah tersebut dengan sabar.
Begitu pula derita bisa jadi nikmat
karena dengan adanya musibah, setiap orang diingatkan agar segera kembali pada
ALLAH. Akhirnya ia pun taat, banyak memohon dan berdoa pada ALLAH. Ibnu
Taimiyyah mengatakan, “Dianata sempurnanya nikmat ALLAH pada para hamba-NYA
yang beriman, Dia menurunkan pada mereka kesulitan dan derita. Disebabkan derita
ini mereka pun mentauhidkan-NYA (hanya berharap kemudahan pada ALLAH). Mereka pun
banyak berdoa kepada-NYA dengan berbuat ikhlas. Mereka pun tidak berharap
kecuali kepada-NYA. Dii kala sulit tersebut, hati mereka pun selalu bergantung
pada-NYA, tidak beralih pada selain-NYA. Akhirnya mereka bertawakal dan kembali
pada-NYA dan merasakan manisnya iman. Mereka pun merasakan begitu nikmatnya
iman dan merasa berharganya terlepas dari syirik karena mereka tidak memohon
selain ALLAH. Inilah sebesar-besarnya nikmat atas mereka. Nikmat ini terasa
lebih luar biasa dibandingkan dengan nikmat hilangnya sakit, hilangnya rasa
takut, hilangnya kekeringan yang menimpa atau karena datangnya kemudahan atau
hilangnya kesulitan dalam kehidupan. Karena nikmat badan dan nikmat dunia
lainya bisa didapati oleh orang kafir dan bisa pula didapati oleh orang mukmin.”
(Majmuu Al Fatawa, 10/333).
Akibat derita, akibat musibah,
akibat kesulitan, kita pun merasa dekat dengan ALLAH dan ingin kembali
pada-NYA. Jadi tidak selamanya derita adalah derita. Derita itu bisa jadi
nikmat sebagaimana yang beliau jelaskan. Derita bisa bertambah derita jika
seseorang mlah mengeluh dan jadikan makhluk sebagai tempat mengeluh derita. Hanya
kepada ALLAH seharusnya kita berharap kemudahan dan lepas dari berbagai
kesulitan.
Nikmat ketika kita kembalii kepada
ALLAH dan bertawakal pada-NYA serta banyak memohon pada-NYA, ini terasa lebih
nikmat dari hilangnya derita dunia yang ada. Karena kembali pada ALLAH dan
tawakal pada-NYA hanyalah nikmat yang dimiliki insan yang beriman dan tidak
didapati para orang yang kafir. Sedangkan nikmat hilangnya sakit dan derita
lainnya, itu bisa kita dapati pada orang kafir dan orang beriman.
Ingatlah baik-baik nasehat ini. Semoga
kita bisa terus bersabar dan bersabar. Sabar itu tidak ada batasnya. Karena ALLAH
Ta’ala janjikan yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran
bagi mereka adalah tanpa hisab.”(QS. Az Zumar; 10). As Sa’di mengatakan bahwa
balasan bagi orang yang bersabar adalah surga (Tafsir Al Quran al ashim, 7/89)
Semoga ALLAH memberikan kemudahan
dalam menghadapii musibah bagi saudara-saudara kami kaum muslimin yang berada
di Riau, di luar daerah Riau. Semoga ALLAH menganugerahkan ketabahan dan
kesabaran. At Tauhid: Asap Datang Pahala Menjemput
No comments:
Post a Comment