Teror Bom = Jihad?!
Keamanan adalah Nikmat Asasi
Rasa aman
merupakan perkara yang sangat vital. Hal itu tidak dapat dipungkiri, karena
manusia sangat membutuhkan rasa aman melebihi kebutuhan terhadap makanan dan
minuman. Inilah hikmah mengapa Nabi Ibrahim alaihissalam lebih mendahulukan
permohonan keamanan dalam doanya sebelum memohon rezeki dalam surat Al-Baqarah
ayat 126. Sebab, rezeki yang melimpah tentulah menjadi tidak berarti bagi suatu
negeri jika keamanan menjadi barang yang mahal disana. Penduduknya tidak akan
mampu menikmati berbagai bentuk rezeki tersebut jika disertai kecemasan dan
ketakukan yang mencekam.
Islam sebagai agama yang paripurna
datang untuk memelihara hak asasi yang lima, yang salah satu diantaranya adalah
memelihara jiwa manusia. Demikian pula, islam menetapkan hudud (sanksi-sanksi
hukum) yang sangat keras bagi siapa saja yang melanggarnya. Semua itu demi
mengutamakan keselamatan dan keamanan yang merupakan nikmat asasi di dalam
kehidupan manusia, sebagaimana tercantum dalam hadis nabi shallallahu alaihi
wasallam, “Barangsiapa yang menjumpai pagi hari dalam keadaan aman, sehat
jasmani dan memiliki makanan pokok untuk hari itu, maka seakan-akan dunia dan
segala isinya telah dia dapatkan pada hari itu”. (HR. Tirmidzi)
Oleh karenanya, rasa aman merupakan
salah satu nikmat yang paling besar, dan kehilangan rasa aman merupakan bencana
yang paling mengerikan yang dialami oleh manusia. ALLAH Ta’ala berfirman yang
artinya, “Dan ALLAH telah membuat suatu perumpamaan denggan sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari
segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-nikmat ALLAH; karena itu
ALLAH merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa
yang mereka perbuat”. (An Nahl; 112)
Perhatian Rasulullah terhadap Penjagaan Keamanan
Suri tauladan
kita, Rasulullah shallallahu alaihi wasalam pun memiliki perhatian yang
sedemikian besar terhadap keamanan, baik kepada kaum muslimin maupun kaum
kuffar. Kepada kaum muslimin, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang
dari berbagai tindakan kezaliman melalui sabdanya, “Seorang muslim itu
saudaranya muslim lainnya, dia tidak boleh menzaliminya, menelantarkannya, dan
tidak pula meremehkannya. Ketakwaan itu letaknya disini, (beliau berisyarat
kedadanya tiga kali). Cukuplah seorang itu dikatakan buruk perangainya jika dia
meremehkan saudaranya sesame muslim. Setiap muslim haram melanggar darah, harta
dan kehormatan muslin yang lain”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan untuk sekadar menakuti
saudara sesame muslim, meski dengan niat bercanda, Rasulullah memperingatkan
dengan keras, “Barang siapa yang mengacungkan kepada saudaranya dengan sebilah
benda tajam, maka sesungguhnya para malaikat melaknatnya sampai dia berhenti,
meski saudaranya itu adalah saudara sebapak dan seibu”. (HR. Muslim).
Demikian pula dengan kaum kuffar,
islam pun memberikan perhatian yang serupa. Tidak serta merta karena kekafiran
mereka, lantas boleh bagi kaum muslim untuk mengganggu keamanan jiwa mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh
seorang mu’ahad (Kafir yang memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin)
niscaya tidak akan mencium wangi surga”. (HR. Bukhari)
Terror Bom, Mengapa Bisa Dianggap Jihad?!
Dengan demikian,
paham radikal yang berkembang dan kemudian diwujudkan dalam pratek terror bom
yang marak beberapa tahun belakangan ini, dilihat dari tinjauan agama dan akal
sehat tidaklah sejalan dengan ajaran islam. Apalagi dikatakan sebagai jihad. Bagaimana
bisa dianggap sebagai jihad sedangkan berbagai syarat dan etika dalam berjihad
tidak dihiraukan oleh para pencetus dan pelaku terror bom ini. Hal ini bisa
kita lihat dari pemaparan ringkas berikut ini:
Mereka yang melakukan atau minimal
mendukung tindakan pengeboman inni terdiri dari dua golongan manusia, yaitu
mereka yang meyakini bahwa seluruh manusia telah kafir, tidak terkecuali kaum
muslimin yang ada hidup berdampingan dengan mereka. Orang-orang yang
dikecualikan oleh golongan ini adalah mereka yang sepemahaman dengan mereka
saja. Sehingga, jangan heran jika golongan ini tidak segan-segan melakukan
pengeboman meski korban dari kalangan anak-anak dan kaum wanita berjatuhan. Golongan
kedua adalah mereka yang tidak mengkafirkan secara umum, namun mendukung dan
melakukan pratek pengeboman missal. Golongan kedua ini hanya mengkafirkan dan
menghalalkan darah aparat pemerintah, namun untuk merealisasikan tujuannya,
mereka tidak segan mengorbankan jiwa-jiwa yang tidak berdosa. (Tamyiz Dzwi
al-Fithan; 49).
Salah satu syarat jihad dari sekian
syarat yang dilanggar oleh mereka yang menegakkan “jihad” ini adalah tamayuzu
ash-shufuf, yaitu tidak terjadi pencampur bauran antara barisan kaum muslimin
dengan kaum kuffar, karena yang disyariatkan dalam jihad adalah barisan kaum
muslimin berhadapan dengan barisan kaum kuffar. ALLAH Ta’ala berfirman yang artinya,”Dan
kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu
akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa
pengetahuanmu (tentulah ALLAH tidak akan menahan tangan mu dari membinasakan
mereka), supaya ALLAH memasukkan siapa yang dikehendaki-NYA ke dalam
rahmat-NYA. Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab
orang-orang yang kafir diantara mereka dengan azab yang pedih”. (Al-Fath; 25)
Lihat, bagaimana ALLAH Ta’ala
memerintahkan Rasul-NYA untuk menahan diri untuk memerangi kaum musyrikin
Quraisy hingga kaum muslimin yang berada ditengah-tengah mereka tidak lagi
bercampur-baur dengan kaum musyrikin.
Nasehat
Kepada mereka
yang mendukung tindakan pengeboman ini, dari kalangan yang memiliki ghirah
(kecemburuan) terhadap islam. Hendaklah kita sebagai kaum muslimin, tunduk
terhadap dalil dari Al-Quran dan sunnah dengan tidak memilah-milah dalil. Kembali
kepada penjelasan para ulam terkait masalah ini dan tidak hanya mengedepankan
semangat adalah langkah yang harus ditempuh, sehingga tidak membawa kerugian
bagi islam dan kaum muslimin.
Kepada aparat yang berwenang,
kerjasama dengan para da’I yang berakidah dan berpemahaman lurus patut ditempuh
untuk melaksanakan sosialisasi kepada kaum muslimin sehingga tidak terjangkiti
oleh pemahaman radikal yang bisa memicu pratek pengeboman. Meminimalisir peredaran
buku-buku yang menyebar paham radikal ini juga merupakan salah satu upaya yang
patut dilaksanakan.
Kepada kaum muslimin yang lain,
ketahuilah bahwa pratek pengeboman ini adalah perbuatan criminal dan tidak
selayaknya kita mengaitkan hal ini dengan semua kaum muslimin yang multazim
dengan ajaran islam. Mereka yang berjenggot, berjilbab syar’I hingga menutup
dada ataupun bercadar, semua itu dilakukan karena merupakan bagian dari agama
kita. Adapun pratek pengeboman yang terjadi selama ini bukan bagian dari agama
kita. At Tauhid: Teror Bom = Jihad?!
“Wallahu
ta’ala a’lam bi ash-shawab”
No comments:
Post a Comment