Hadis Lemah Dan Palsu Seputar Bulan
Ramadhan
Islam adalah agama yang ilmiah. Setiap
amalan, atau ajaran yang disandarkan kepada islam harus memiliki dasar Al-quran
dan hadis Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang otentik. Dengan ini, islam
tidak member celah kepada orang-orang yang beritikad buruk untuk menyusupkan
pemikiran-pemikiran atau ajaran lain ke dalam ajaran Islam.
Oleh karena itu, penting sekali bagi
umat muslim untuk memilah hadis-hadis, antara yang shahih dan yang dhaif
(terdapat kecacatan sehingga dikhawatirkan bukan berasal dari Nabi shallallahu
alaihi wasallam, agar diketahui amalan mana yang seharusnya diamalkan karena
memang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam serta amalan mana
yang tidak perlu dihiraukan karena tidak pernah diajarkan oleh beliau.
Jika seandainya semua hadis shahih
maupun dhaif layak untuk diamalkan dan diyakini berasal dari Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, lalu apakah tujuannya para ahli hadis telah
menghabiskan hidup mereka untuk meneliti kesahihan hadis Rasulullah, lalu apa pula
artinya Abdullah bin Mubarak mengatakan perkataan yang terkenal sebagaimana
yang dinukil oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya; “Sanad adalah bagian dari
agama. Jika tidak ada sanad maka orang akan berkata seemaunya”. (lihat dalam
Muqaddimah shahih muslim, Juz 1, halaman 12).
Sanad adalah rangkain perawi yang
menghubungkan kepada teks hadis. Dengan adanya sanad, suatu perkataan tentang
ajaran islam dapat ditelusuri asal-muasalnya. Berkaiatan dengan bulan Ramadhan
yang penuh berkah ini, akan kami sampaikan beberapa hadis lemah dan palsu
mengenai puasa yang banyak tersebar di masyarakat. Untuk memudahkan pembaca,
kami tidak hanya akan menyebutkan kesimpulan para pakar hadis yang menelitinya
sisi kelemahan hadis, dapat merujuk pada kitab para ulama yang bersangkutan.
Hadis Pertama
“Kita
telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar”. Para sahabat
bertanya; “apakah jihad yang besar itu?” beliau bersabda; “Jihadnya hati
melawan hawa nafsu”.
Menurut Al Hafidz Al Iraqi dalam takhrijul
Ihya (2/6) hadis ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Az Zuhd. Ibnu Hajar Al
Asqalani dalam Takhrijul kasyaf (4/14) juga mengatakan hadis ini diriwayatkan
oleh An Nasa’I dalam Al Kuna.
Hadis ini adalah hadis palsu. Sebagaimana
dikatakan oleh Syaikhul Islam di Majmu Fatawa (11/197), juga oleh Al Mulia Ali
Al Qari dalam Al Asrar Al Marfu’ah (211). Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah
(2460) mengatakan hadis ini Munkar.
Hadis ini sering dibawakan para
penceramah dan dikaitkan dengan ramadhan, yaitu untuk mengatakan bahwa jihad
melawan hawa nafsu di bulan ramadhan lebih utama dai jihad berperang di jalan
ALLAH SWT. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Hadis ini tidak ada aslanya.
Tidak ada seorang pun ulama hadis yang beranggapan seperti ini, baik dari
perkataan maupun perbuatan Nabi. Selain itu jihad melawan orang kafir adalah
amal yang paling mulia. Bahkan jihad yang tidak wajib pun merupakan amalan
sunnah yang paling dianjurkan”. (Majmu’ Fatawa, 11/197)”. Artinya, makna dari
hadis palsu ini pun tidak benar karena jihad berperang di jalan ALLAH SWT
adalah amalan yang paling mulia. Selain itu, orang yang terjun berperang di
jalan ALLAH tentunya telah berhasil mengalahkan hawa nafsunya untuk
meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia sayangi.
Hadis Kedua
“Berpuasalah,
kalian akan sehat”. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Ath Thibbun
Nabawi sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takrijul ihya (3/108),
oleh Ath Thabrani di Al Ausath (2/225), oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa
(3/227).
Hadis ini dhaif (lemah), sebagaimana
dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takrijul ihya (3/108), juga Al Albani di
Silsilah Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan
hadis ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at ash shaghani (51).
Keterangan; jika memang terdapat
penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh,
makna dari hadis dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai
sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Hadis Ketiga
“Tidunya
orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya dikabulkan,
dan amalannya pun akan dilipat gandakan pahalanya”. Hadis ini diriwayatkan
oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437). Hadis ini dhaif, sebagaimana
dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/130). Al Albani juga
mendhaifkan hadis ini dalam Silsilah Adh Dhaifah (4696).
Terdapat juga riwayat yang lain; “Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam
ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya”. Hadis ini diriwayatkan
oleh Tammam (18/172). Hadis ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al
Albani di dalam Silsilah Adh Dhaifah (653).
Yang benar, tidur adalah perkara
mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang
lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang
ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum
waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.
Sebaliknya, tidak setiap tidur orang
berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur
karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernila ibadah, bahkan
bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan
bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan
bermalas-malasan.
Hadis Keempat
“Biasanya
rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika berbuka membaca doa; allahumma
laka shumtu wa alaa rizqika afthartu fataqabbal mini, innaka antas samii’ul
alim”. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), adz
dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (289/1),
Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710).
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al
Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341); “Hadis ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadis
ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al
Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua
berkisar antara hadis lemah dan munkar.
Sedangkan doa berbuka puasa yang
tersebar di masyarakat deng lafadz yang artinya; “Ya ALLAH, untuk-Mu aku
berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon
Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang”.
Hadis ini tidak terdapat di kitab
hadis manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadis palsu. Sebagaimana dikatakan
oleh Al Mulia Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul
Mashabih; “Ada pun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan “wabika
aamantu” sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.
Yang benar, doa berbuka puasa yang
dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam hadis; “Biasanya
rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika berbuka puasa membaca doa;
Dzahabaz zhamaau wabtalatil uruqu wa tsabatal ajru insyaa ALLAH (Rasa haus
telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan, Insya ALLAH).
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud
(2357), Ad Daruquthni (2/401) dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di
Hidayatur Ruwah, 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.
Hadis Kelima
“Puasa
ramadhan bergantung diantara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat
mengangkatnya kecuali zakat fitri”. Hadis ini disebutkan oleh Al Mundziri
di At Targhib Wat Tarhib (2/157) Al Albani mendhaifkan hadis ini dalam Dhaif At
Targhib (664) dan Silsilah Ahadis Dhaifah (43).
Yang benar, jika dari hadis inni
terdapat orang yang menyakini bahwa puasa ramadhan tidak diterima jika belum
membayar zakat fitri, keyakinan ini salah, karena hadisnya dhaif. Zakat fitri
bukanlah syarat sah puasa ramadhan, namunjika seseorang meninggalkannya ia
mendapat dosa tersendiri.
Demikian sebagian hadis-hadis dhaif
dan palsu seputar bulan ramadhan, semoga ALLAH member kita taufiq untuk
senantiasa berpegang teguh pada ajarran islam yang sahih. Mudah-mudahan ALLAH
SWT melimpahkan rahmat dan ampunanNYA kepada kita di bulan mulia ini. Semoga amal
ibadah kita di bulan suci ini berbuah pahala di sisi Rabbuna Jalla wa’ala.At-Tauhid: Hadis Lemah Dan Palsu Seputar Ramadhan
No comments:
Post a Comment